Teknik
Pembelajaran Membacakan Puisi Bergaya Poetry Reading
Dengan
Latihan Dasar Teater Melalui Media Video Klip
- Pendahuluan
Video klip pembacaan
puisi, bisa menjadi alternatif pembelajaran sastra bagi kalangan
siswa, yang lebih praktis dan menyenangkan.
Saat ini sudah ada beberapa
video klip puisi yang sudah dibuat bahkan diperjualbelikan mulai dari
tingkat SMP hingga SMA. Puisi-puisi yang dibuat menjadi video klip
itu, merupakan karya dari penyair-penyair Indonesia yang cukup
terkenal, mulai dari mendiang Chairil Anwar, WS. Rendra, hingga
Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri.
Pembelajaran sastra lewat
video klip puisi ini, dapat menjadi salah satu metode alternatif,
untuk menjawab kejenuhan dari cara pembelajaran sastra yang masih
cenderung formal dan konvensional. Puisi dalam format digital, bisa
berupa pembacaan karya puisi yang direkam dalam sebuah kaset atau
cakram CD. Atau lebih jauh lagi melalui video
art yang
menggunakan teknologi multimedia.
Almarhum WS Rendra, yang
beberapa tahun ke belakang telah merilis album puisinya dengan bentuk
kaset/CD. Dan menurut keterangan, pemasarannya
sudah mencapai beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Tidak hanya
dalam bentuk rekaman suara, ketika masih muda usia, ia pun telah
melangkah lebih jauh dengan mempublikasikan puisinya dalam bentuk
video klip. Dan video tersebut masih dapat kita akses dengan mudah
sekarang ini melalui situs terkemuka di dunia, youtube. Tentu saja
hal ini sangat menarik.
Puisi
tidak lagi sederet huruf dan kumpulan kata yang bermakna tetapi sudah
menjadi sebuah animasi – bentuk yang bergerak, berwarna, berbunyi,
dan berlatar belakang lukisan atau foto (Budianta, 2004: 191,
Soewandi, 2004: 248, Ridwan. 2004: 253). Kemudian
Jorge Luiz Antonio (2001) dari Brasil memetakan puisi digital sebagai
“… the continuous
relationship between art and science, and the new media utilization
as a means of poetic expression: these seem tobe the first elements
we can identify as we look for new artistic communication
media, among which we find poetic communication, that is,
digital poetry.
Penerapan teknologi dapat
mewujudkan puisi bentuk baru dengan kekayaan media tulisan,
media gambar, media musik, media bunyi-bunyian, dan media gambar
bergerak
(animasi). Semua media ini dapat digunakan sekaligus dalam puisi
dengan bantuan program komputer.
Proses reproduksi puisi
digital dapat ditelusuri pada penggunaan teknologi yang bermula pada
penciptaan puisi lisan yang berdasarkan pada unsur bahasa bunyi dalam
bentuk rima, aliterasi, dan asonansi. Kemudian penelusuran berlanjut
pada penciptaan puisi konkret, puisi yang memfungsikan kata (bunyi
yang dituliskan) menjadi bentuk visual atau gambar. Puisi yang kata
atau kelompok katanya menyulap menjadi gambar-an yang mengagumkan
serta membiaskan ungkapan gagasan umum tentang makna kata itu.
Pembelajaran
keterampilan membaca puisi bergaya poetry reading dengan
teknik latihan dasar teater melalui media video klip, pada tahap
pramembaca dilakukan dengan kegiatan siswa menyaksikan video klip,
memilih video klip, mendiskusikan video klip, dan menerapkan teknik
membaca puisi bergaya poetry reading sesuai dengan video klip
yang dipilih; penggunaan video klip dapat menstimuli siswa dalam
berimajinasi untuk mengembangkan teknik pembaca puisi dan menciptakan
atau menulis puisi.
2. Hakikat Membaca
Hodgson (dalam Tarigan,
1986) memberikan definisi membaca suatu proses yang dilakukan serta
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Suatu proses yang
menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan
terlibat dalam pandangan sekilas dan agar kata-kata secara individual
akan dapat diketahui. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang
tersurat maupun yang tersirat tidak akan dipahami dan proses membaca
tidak terlaksana dengan baik.
Membaca adalah proses
melisankan lambang yang tertulis. Dari sudut linguistik membaca
adalah proses penyandian dan pembacaan sandi. Membaca adalah
per-buatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengenal lambang yang
disampaikan pe-nulis untuk menyampaikan makna. Pendapat lain membaca
merupakan metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi atau
mengkomunikasikan makna yang terkandung pada lambang-lambang
(Tarigan, 1989:18).
Menurut Endang (dalam
Tarigan 1989:133) adalah aktivitas pencarian informasi melalui
lambang-lambang tertulis. Membaca adalah suatu proses bernalar
(Reading is reasioning). Dengan membaca kita mencoba
mendapatkan informasi hingga mengen-mengendap menjadi sebuah
pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri akhirnya menjadi suatu dasar
untuk dinamisasi kehidupan, memperlihatkan eksistensi, berjuang
mem-pertahankan hidup, dan mengembangkan dalam bentuk sains dan
teknologi sebagai kebutuhan hidup manusia.
- Hakikat Puisi
Di banyak kalangan,
mendefinisikan puisi secara terbuka merupakan hal yang masih sulit
dilakukan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pendapat tentang puisi.
Akan tetapi, perumusan tentang puisi tidak begitu penting, karena
yang paling penting ada-lah pembaca dapat memahami dan menikmati
puisi yang ada.
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata
puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet
dan
-poem.
Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa
Yunani sendiri, kata poet
berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepa-da dewa-dewa.
Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
seka-ligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.
Dalam
Aminuddin (2002), Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu
cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian
untuk membuahkan ilusi dan imajinasi. Penggunaan kata-kata dalam
puisi, tentu saja bersifat kiasan. Anggapan lain mengenai puisi
adalah bahwa puisi merupakan pengungkapan perasaan (Luxemburg, et al
: 1987). Jadi, menurutnya bahwa bahasa puisi itu merupa-merupakankan
bahasa yang berperasaan dan subjektif. Anggapan ini muncul pada zaman
Romawi yang menganggap bahasa puisi lahir dari perasaan yang ada
dalam penyairnya. Sehingga perasaan pada zaman tersebut
menjadi pusat perhatian. Puisi mengungkapkan keadaan hati. Akan
tetapi, di sisi lain, terutama dalam perkembangan puisi saat ini,
terdapat jenis puisi yang tidak memperhitungkan perasaan, dalam hal
ini
bahasa
yang digunakan sangat lugas dan mudah dipahami oleh pembacanya.
Biasanya disebut puisi prosa.
Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada
umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai
berikut:
(1)
Alterbernd (1970 : 2), mendefinisikan puisi
sebagai the interpretive drama tization
ofexperience in metrical language (pendramaan
pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa bermetrum). Meskipun
mengandung kebenaran, namun definisi tersebut tidak bisa sepenuhnya
diterapkan di Indonesia karena pada umum-nya puisi Indonesia tidak
memakai metrum sebagai dasar. Jika yang dimaksud metrical adalah
berirama, maka definisi Altenbernd memang bisa diterima, tetapi
memiliki kelemahan karena prosa pun ada yang berirama. Sebut misalnya
cerpen-cerpen Danarto yang menggunakan kekuatan irama untuk menambah
keindahan karyanya.
(2)
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu
adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair
memilih kata-kata yang setepat-nya dan disusun secara sebaik-baiknya,
misalnya seimbang, simetris, an-tara satu unsur dengan unsur lain
sangat erat berhubungannya, dan seba-gainya.
(3) Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musi-kal.
Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu
se-perti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang me-nonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik,
yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(4)
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan
yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan.
Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan
pera-saan yang bercampur-baur.
(5) Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia
secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta ber-irama.
Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat,
dan se-bagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama
seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara
teratur).
(6)
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang pa-ling indah
dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat me-ngesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti
kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan
karena ke-matian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan
detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari
definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran,
na-mun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo,
1993:7) menyim-pulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat
garis-garis besar tentang puisi itu sebe-narnya. Unsur-unsur itu
berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan
pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang
bercampur-baur.
Herman
J. Waluyo ( 2003:1) mengatakan bahwa puisi adalah karya sastra
de-ngan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan
bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias.
Pendapat
lain mengenai pengertian puisi disampaikan oleh Pradopo (2002:7),
yang menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang
membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam
susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi
pengalaman manusia yang penting, digu-bah dalam wujud yang paling
berkesan. Sementara itu, unsur-unsur estetika puisi da-pat diketahui
melalui unsur-unsur estetika (keindahan), misalnya gaya bahasa dan
komposisinya. Puisi sebagai karya sastra, memiliki fungsi estetika
dominan dan di dalamnya terdapat unsur-unsur kepuitisannya, misalnya
persajakan, diksi (pilihan ka-ta), irama, dan gaya bahasa. Gaya
bahasa meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk
mendapatkan efek tertentu, yaitu efek estetika atau aspek
kepui-tisan.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah
ungkapan perasaan, emosi, ide yang disampaikan dengan bahasa yang
indah susunannya dan mempunyai makna yang luas. Puisi merupakan wujud
dari pengalaman penulisnya da-lam bentuk bahasa yang memiliki makna
yang dalam. Bahasa puisi bersifat plastis,
namun mampu mengakomodasikan berbagai dimensi makna di balik apa yang
tersu-rat. Dimensi itu, misalnya imagery, yaitu gambar
angan-angan pada saat orang mem-baca sebuah karya, sehingga merasa
terlibat dengan pengalaman penyair.
- Ragam Membaca Dalam Apresasi Sastra
Dalam
upaya pemahaman unsur-unsur yang terdapat dalam suatu cipta sastra,
hendaknya seorang apresiator dapat memahami hakikat membaca sebelum
melaku-kan apresiasi. Dalam teori membaca Todorov, memberikan batasan
dalam kegiatan membaca suatu cipta sastra, diantaranya : 1) proyeksi,
2) komentar, dan 3) puitika.
Dalam
tahap proyeksi, kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur
di luar teks, tetapi yang secara kongruen atau secara laras dan
bersama-sama menunjang kehadiran teks. Unsur-unsur itu meliputi
kehidupan pengarang, kehidupan sosial masyarakat, yang melatari
kehidupan teks sastra serta system konvensi yang dianuti
pengarangnya. Dalam tahap komentar, seorang pembaca memahami
isi paparan teks
yang
terbatas pada bentuk paparan yang “tersisa” dari jangkauan
pemahaman pembaca. Oleh karena itu, ada tiga tahap kegiatan yang
terdapat dalam komentar, yakni:
1)
Eksplikasi, yakni menguraikan isi paparan yang belum dipahami dengan
jalan menghubungkannya dengan isi bagian paparan lain yang sudah
dipahami.
2)
Elusidasi, yakni menerangkan secara jelas hasil uraian isi paparan
yang belum dipahami dalam kaitannya dengan bagian isi paparan yang
lainnya ssecara umum.
3)
Précis, yakni meringkas uraian panjang lebar tentang
isi paparan yang belum dipahami sesuai dengan ketepatan dan
keselarasannya dengan isi dalam bagian lain dari teks itu sendiri.
Kegiatan terakhir adalah paraphrase.
Pada
tahap puitika, pembaca harus berusaha memahami kaidah-kaidah abstrak
yang secara instrinsik terdapat dalam teks sastra itu sendiri. Dalam
hal ini, kaidah abstrak tersebut dapat dipahami melalui dua tahap
kegiatan, antara lain, 1) inter-pretasi, dan 2) deskripsi.
Interpretasi terhadap makna dalam teks sastra dalam hal ini harus
bertolak dari realitas yang ada dalam teks sastra itu sendiri.
Tahap
kedua adalah deskripsi. Meskipun deskripsi itu tampak terlalu ilmiah
untuk mengkaji ragam seni, tetapi menurut Todorov, isitilah tersebut
memiliki nuansa arti sendiri. Bila dalam metode deskriptif adalah
metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang diteliti apa
adanya, maka tahap pendeskripsian makna dalam teks sastra diharapkan
sepenuhnya bertolak dari makna yang terkandung dalam teks sastra itu
sendiri.
- Pembelajaran Membaca Puisi
Dalam pembelajaran
membaca puisi hal yang perlu diperhatikan adalah siswa, sasaran,
metode dan evaluasi. Setelah persiapan pembelajaran dilakukan,
dilaksana-kan pembelajaran keterampilan membacakan puisi bergaya
poetry reading dengan teknik latihan dasar teater melalui
media video klip pada tahap pramembaca dilakukan dengan kegiatan
siswa menyaksikan video klip, memilih video klip, mendiskusikan video
klip, dan menerapkan teknik membacakan puisi bergaya poetry
reading dengan teknik latihan dasar teater sesuai dengan video
klip yang dipilih; penggunaan video klip dapat menstimuli siswa dalam
berimajinasi untuk mengembangkan dan teknik membacakan puisi
bergaya jenis yang lain (berbeda) dan menciptakan atau menulis puisi.
Pada langkah pra membaca
siswa diajak memahami puisi yang akan dibacakan dengan membicarakan
kosakata yang dianggap sukar bagi siswa. Kemudian dilanjut-kan dengan
memberi tanda jeda pada baris-baris puisi, guna mengatur pernafasan.
Pada langkah saat membaca siswa diajak menyimak model yang
mendemonstrasikan pembacaan puisi melalui video klip,dengan tidak
lupa mendiskusikan apa yang siswa saksikan. Pada pasca membaca siswa
dapat menerapkan keterampilannya dengan pembacaan puisi yang lain
atau bahkan prosa dengan aspek-aspek yang telah dipela-jari dalam
membaca puisi.
- Teknik Pembelajaran Membaca Puisi
Dalam membacakan puisi,
dikenal dengan tiga gaya, yaitu gaya potery reading, gaya
deklamatoris, dan gaya teaterikal. Teknik pembelajaran membacakan
puisi yang akan diuraikan adalah teknik membacakan puisi dengan gaya
poetry reading. Teknik pembelajaran membacakan puisi ini
dilakukan secara berkesinambungan. Teknik ini dilakukan melalui dua
pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan metafisika. Keduanya
merupakan perpaduan yang diperlukan dalam membacakan puisi. Kedua
pendekatan ini diaplikasikan dalam bentuk latihan-latihan dasar yang
akrab dalam kehidupan berteater.
Adapun teknik
pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut :
( I )
Pendekatan Struktual
Sebelum melakukan
pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang akan
dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.
a. Membaca
berulang-ulang
Tahap ini merupakan tahap
mengenali bentuk puisi. Dengan membaca berulang-ulang, akan diketahui
bentuk puisi berikut makna yang hendak disam-paikan penyair.
Tipografi puisi dapat digali hingga menemukan maksud penyair.
b. Memberinya
jeda
Setelah memahami
bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak didengar
saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata
yang hendak dipisah pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda
jeda, dapat mempermudah untuk menyampaikan isi dari puisi kepada
pendengar (penonton). Dengan pemenggalan tanda yang tepat, setidaknya
makna yang disampaikan lebih baik.
c. Mencari
alur
Setiap karya sastra yang
baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan puncak alur
sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik
itu. Dengan menemukan alur, puisi dapat dibacakan secara tepat.
Pembaca puisi harus bisa membedakan suara ketika sedang membaca-kan
bait-bait yang merupakan penciptaan konflik, konflik, hingga
penyelesaian konflik. Dengan demikian, siswa akan mengetahui
bait-bait mana yang harus dibacakan secara maksimal.
d. Memahami
makna secara intensif
Setelah melakukan tahapan
di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang memerlukan waktu cukup
lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran ini
membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perenungan ba-banyak
terjadi di sini. Tidak cukup 10-20 menit untuk mencari “nyawa”
dari puisi yang dipilih, melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari. Pada
awal tahap ini harus dilakukan secara serius, kemudian boleh
dilakukan di sela-sela aktivitas sehari-hari, misal sambil makan.
(2) Bentuk
dan Gaya Baca Puisi secara Poetry
Reading
Dalam kegiatan membaca
sastra, dapat dijumpai dalam membaca poetry reading sastra
secara lisan memiliki sifat redeskriptif. Dalam membaca redes-kriptif
itu, bunyi ujar tidak muncul secara sewenang-wenang. Tetapi, harus
mampu menggambarkan isi cerita serta suasana yang semula dipaparkan
pengarang secara tertulis. Dalam hal ini, kegiatan poetry reading
dapat dilaku-kan meliputi 1) pelafalan, 2) penentuan kualitas
bunyi: tinggi-rendah, keras-lunak, 3) tempo, dan 4) irama. Selain
keempat aspek tersebut, membaca secara lisan juga melibatkan aspek
tubuh, pembaca juga harus mampu menata gerak mimik atau facial
expression, gerak bagian-bagian tubuh atau gesture,
maupun penataan posisi tubuh atau posture. Juga, eye
contact sebagai salah satu upa-ya menciptakan hubungan batin
dengan pendengarnya juga harus diperhatikan.
Ciri
khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya
pembaca membawa teks puisi. Adapun posisi dalam bentuk dan gaya baca
puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3)
berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih
bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi
disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan.
Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah
dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini
relatif mudah dilakukan.
Jika
pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan
puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah,
menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi,
mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4)
gerakan bibir: ter-senyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan,
bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca
dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu,
(2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan
nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika
pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan
bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1)
memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata
dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan
dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri
adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu,
dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah:
kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang
dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan
terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan.
Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras
kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan
(3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
(3)
Teknik Latihan Dasar Teater
- Pemanasan
Latihan pemahasan
diperlukan untuk membuat kondisi tubuh yang lelah menjadi bugar.
Senam pemanasan ini bisa dimulai dengan :
1.
gerakan kepala; menoleh kanan kiri, atas bawah, dan berputa
2.
senam mimik: ekspresi menangis, tertawa, melongo, sinis,
kejam, dll,
3.
gerakan tangan: membentuk huruf S, lengan dibuka dan ditutup, dll
4.
gerakan kaki; diangkat ke depan, ke kanan, ke kiri, dll. bergantian
dari kaki kanan dan kiri
5. ditutup
dengan berlari-lari kecil.
Senam ini dapat
dikreatifitaskan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki fasilitator,
dalam hal ini guru.
- Olah napas
Dalam pernapasan, dikenal
pernapasan dada dan perut. Kedua jenis pernapasan ini harus dipadukan
untuk memperoleh kualitas vokal dan pengha-yatan yang memerlukan
perpaduan lagi dengan detak jantung dan imajinasi.
1. Siswa
diminta untuk mengambil napas kecil, kemudian mengeluarkan-nya
2. Setelah
dirasa cukup, siswa diminta untuk menarik napas dan me-nyimpannya
dalam dada, kemudian mengeluarkannya dengan pelan-pelan
3. Siswa
diminta mengambil napas dengan 3 hitungan, diminta mena-hannya dengan
3 hitungan, dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan dengan hitungan
3 juga (Melakukan pernapasan segitiga)
4. Latihan
berikutnya ditingkatkan menjadi 5 hitungan, 7 hitungan, 9 hi-tungan,
dan semampunya.
5. Setelah dirasa
cukup, siswa diminta melakukan proses nomor 2-4 dengan menyimpannya
di perut.
6. Siswa
diminta mengambil napas terengah-engah dengan berbagai po-sisi, misal
dengan posisi terlentang atau berdiri
7. (langsung
dilanjutkan olah vokal)
- Olah vokal
1. Kemudian
siswa diminta berbisik dengan mengucapkan beberapa larik puisi.
2. Setelah
itu, diminta berteriak hingga artikulasi dan intonasinya tepat dan
terdengar dalam jarak sesuai dengan ukuran proporsional. Misal aula,
suara siswa harus terdengar hingga di sust belakang aula.
3. Siswa
kemudian diminta untuk menilai satuan suara (desible) milik temannya
ketika berbisik maupun berteriak dengan dua pilihan, yaitu sama atau
berbeda desible-nya. Setiap siswa berpasangan dan melakukannya secara
bergiliran
4. Setelah
mengetahui kapasitas desible temannya, setiap siswa diwajib-kan untuk
dapat mengetahui berapa keras, lantang, dan lembut sua-ranya agar
terdengar sesuai dengan kapasitas proporsi ruang (jika dilakukan
dalam ruangan)
5. Siswa
diminta untuk mengucapkan beberapa larik dalam bait-bait puisi di
dalam ruang dan di luar ruang.
Latihan olah napas dapat
melibatkan kelompok silat olah pernapasan. Sedangkan latihan vokal
dapat melibatkan kelompok paduan suara yang lebih memahami tentang
olah vokal yang baik. Paling tidak, teknik dan materinya tidak
menyimpang jauh dan usefull.
- Konsentrasi
Pada tahap ini,
konsentrasi merupakan salah satu latihan dasar dalam membacakan
puisi. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika performansi nantinya.
Membacakan puisi bukan membaca puisi untuk dirinya
sendiri, melainkan untuk orang lain. Jadi proses membacakan puisi
dilakukan di hadapan orang lain. Untuk itulah, dibutuhkan konsentrasi
yang tinggi untuk mengatasi segala rang-sangan yang bisa mengganggu
proses pembacaan puisi.
Adapun langkah-langkah
untuk melakukan latihan dasar konsentrasi adalah:
1. Siswa
diminta untuk menanggalakn semua aksesori yang mengikat di tubuh,
seperti arloji, gelang, dll. Upayakan mereka juga mengendur-kan ikat
pinggang. Jika mereka memakai sepatu, sebaiknya dilepas berikut kaos
kakinya.
2. Semua siswa
diminta untuk mencari posisi yang sangat rileks. Hal
ini dilakukan agar aliran darah yang mengalir dari jantung berjalan
sa-ngat lancar dan membuat tubuh bugar. Siswa diperbolehkan untuk
duduk hingga merebahkan diri. Namun siswa harus diingatkan agar
jangan sampai tertidur karena terbawa oleh hawa. Konsentrasi bukan
mengosongkan pikiran, tetapi memusatkan perhatian pada satu titik.
Pikiran jangan sampai kosong sebab akan sangat rawan dimasuki oleh
“roh ghaib”, terlebih dilakukan di tempat yang rawan.
3. Ajaklah
siswa untuk memejam mata agar lebih mudah melakukan konsentrasi
4. Siswa
diajak untuk memusatkan pikiran dengan cara mendengarkan suara-suara
yang paling jauh
5. Jika dirasa
bahwa siswa sudah dapat memusatkan pikiran pada pi-kiran yang jauh,
siswa diajak untuk mencari dan memusatkan pikiran dengan mendengarkan
suara-suara yang jauh dengan cara mengi-dentifikasi bunyi dan
mengakrabinya
6. Setelah
itu, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan perhatian pada
suara-suara yang dekat dengan mereka. Biarkan mereka
me-ngidentifikasinya dan mengakrabinya
7. Setelah
dirasa cukup, ajaklah siswa untuk mencari, mendengarkan, dan
memusatkan perhatian pada suara yang sangat dekat, yaitu de-tak
jantungnya. Biarkan mereka berkonsentrasi pada detak jantung-nya.
Ajaklah mereka untuk benar-benar merasakan detak jantungnya mulai
dari gejala berdenyut, berdenyut hingga efek yang ditinggalkan
setelah denyut itu selesai dan menuju ke denyut selanjutnya. Biarkan
mereka mengakrabinya Usahakan agar aliran darah mengalir dengan
lancar. Jika ada salah satu bagian tubuh, misalnya siku atau lutut,
ditekuk, maka akan menyebabkan aliran darah tidak lancar dan
me-nyebabkan kejang (Jawa: keram)
8. (langsung
dilanjutkan latihan imajinasi)
- Imajinasi (Penghayatan)
1. Memberikan
kesadaran bahwa denyut jantung sesungguhnya memompa darah ke seluruh
tubuh.
2. Memberikan
kesadaran bahwa dengan mengendalikan detak jantung yang dipadukan
dengan napas mampu membawa pada suasana yang diinginkan
3. Mengajak
siswa berkonsentrasi pada area kepala dengan fokus mata. Bahwa mata
yang dimiliki memiliki potensi untuk melirik, melotot, terpejam, dll.
Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi
yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi ter-terhadap
puisi tersebut. Bagaimana gerakan bola mata yang maksi-mal dalam
berekspresi nanti ketika membaca puisi.
4. Setelah
dirasa cukup, siswa diajak untuk berkonsentrasi pada mulut. Sama
dengan mata, mulut juga memiliki potensi untuk bisa maksimal. Mulut
bisa untuk melongo, menguap, tertutup, dll. Siswa diajak berimajinasi
tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa
diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan
bibir yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika memba-ca puisi.
Bibir memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
5. Setelah
dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan ge-rak wajah
(mimik). Siswa diminta berkonsentrasi pada bentuk mimik. Siswa
diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana bentuk
mimik yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika mem-baca puisi.
Mimik memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
6. Setelah
dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak kepala.
Siswa diminta berkonsentrasi pada gerakan kepala. Siswa diminta agar
berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan kepala yang
maksimal dalam berekspresi nanti ketika mem-baca puisi. Kepala
memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
7. Siswa
kembali diminta untuk berkonsentrasi pada bagian tengah dari tubuh,
khusnya bagian atas punggung (Jawa: pundak). Bagaimana gerakan
punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi.
Punggung memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
8. Siswa
diajak berkonsentrasi dan berimajinasi pada bagian tangan. Siswa
di-minta untuk tetap berimajinasi pada puisi yang telah dipilih.
Bagaimana gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti
ketika membaca puisi. Tangan memiliki potensi yang maksimal jika
diolah dengan baik.
9. (Langsung
dilanjutkan dengan latihan ekpsresi)
- Ekspresi
1. Jika dirasa
cukup, siswa diminta untuk membayangkan jika seandai-nya mereka
benar-benar menyaksikan peristiwa tersebut bahkan mengalaminya
sendiri
2. Upayakan
agar mereka bisa “lepas” dalam menghayati. Biarkan mere-ka
menangis bahkan tertawa. Usahakan agar tidak mengeluarkan ka-ta-kata
terlebih dulu.
3. Biarkan
siswa larut dan mengekspresikannya dengan larik-larik dalam puisi
yang diingat
4. Jika siswa
sudah lepas, minta mereka perlahan-lahan mengendalikan ekspresi itu
5. Jika
siswa sudah bisa mengendalikan, siswa diminta untuk mengam-bil nafas
pelan-pelan kemudian mengeluarkannya. Lakukan secu-kupnya.
6. Jika siswa
dalam kondisi yang tenang, siswa diminta untuk meng-gerakkan
jari-jemari tangan dengan pelan-pelan dan merasakannya dari kondisi
sebelum digerakkan, bergerak, hingga sudah digerak-kan. Siswa diminta
untuk merasakan angin yang melewati tangan.
7. Lakukan
proses yang sama dengan jari-jemari kaki
8. Setelah
dirasa cukup, semua siswa diminta untuk membuka mata perlahan-lahan
dan menyadari bahwa tubuhnya masih terdapat di tempat yang menjadi
latihan tadi, misalnya aula, tempat parkir, kelas, dll.
9. Untuk
mengekspresikan semua kepenatan yang ada dalam jiwa, dalam hitungan
ketiga, semua siswa diminta untuk mengambil napas dan mengeluarkannya
dengan teriakan “hah”.
Setelah melakukan teknik
latihan di atas, semua siswa diminta untuk mem-bacakan puisi di depan
siswa yang lain.
Beberapa
catatan yang perlu diingat adalah
1. Membaca
puisi berbeda dengan membacakan puisi. Membacakan puisi dilakukan
untuk orang lain. Jadi, makna yang terdapat dalam bentuk puisi
disampaikan semaksimal mungkin agar isi puisi bisa “sampai” di
penonton.
2. Seseorang
yang membacakan puisi harus benar-benar memahami makna yang
terkandung dalam puisi tersebut atau dengan istilah menemukan nyawa
puisi. Jika ada orang yang membacakan puisi tanpa memahami
makna puisi tersebut, maka tidak ada bedanya dengan orang gila yang
sedang kesumat.
3. Penghayatan
dan ekspresi harus total, namun emosi tetap terkontrol. Jika
ekspresinya dilepas begitu saja, maka emosi tidak terkontrol dan
proses pembacaan puisi akan terganggu karena pembaca puisi asyik
dengan emosinya sendiri. Akibatnya isi puisi tidak sampai pada
penonton.
4. Intonasi
dan artikulasi dalam membacakan puisi harus dilatih lebih intensif.
Karena dua hal inilah yang menjadi faktor utama dalam mengantarkan
kata-kata untuk menyampaikan makna dari penyair menuju ke penonton
melalui transkata dari pembaca puisi
5. Dalam
membacakan puisi, dapat memakai metode ATM (Amati, Tiru, dan
Modifikasi). Namun pada akhirnya nanti, setiap siswa harus memiliki
karakteristik sendiri dalam membacakan puisi, atau lazim dikenal
dengan istilah be your self.
6. Rambu-rambu
guru: 1) makna harus bisa ditemukan sendiri oleh pembaca. Kalau pun
tidak memahami, guru sebaiknya jangan mendikte bahwa larik tertentu
harus dibaca seperti ini. Biarkan siswa menemukan makna dan
mengungkapnya sesuai dengan selera. Di Akhir, guru diperkenankan
memberikan apresiasi terhadap ciri khas pembacaan puisi dari siswa,
dan 2) diupayakan agar siswa dapat menemukan sendiri bait-bait mana
yang merupakan konflik dan mungkin harus dibaca lebih tajam. Guru
jangan mendikte cara membaca bait-bait tertentu. Hal ini berakibat
bahwa siswa kadang kurang nyaman dalam membaca karena memenuhi selera
(apresiasi guru)
7. Semoga
sukses
- Media Pembelajaran.
Menurut Heinich, dkk
(1993) media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari
bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang
secara harfiah berarti “perantara” yaitu perantara sumber pesan
(a source) dengan penerima pesan. Media pembelajran adalah sebuah
alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar,
pengajar dan bahan ajar. Media pembelajaran selalu terdiri atas 2
unsur penting, yaitu unsur peralatan (hardware) dan unsur pesan yang
dibawanya (software). Perangkat keras adalah sarana atau peralatan
yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar tersebut. Sedangkan
perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu
sendiri yang akan disampaikan kepada siswa.
Media merupakan wahana
penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syiful Bahhri
Djamarah dan Aswan Zain, 2002:136). Dalam proses belajar-mengajar,
media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan
pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik
dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa
yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat
tertentu. Bahkan keabstrakan bahan pembelajaran dapat dikonkretkan
dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mu-dah
mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.
Hal yang harus
dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa
kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar
penggunaan media pembelajaran.
Media pembelajaran
memiliki beberapa fungsi dalam pembelajaran. Nana Sudjana (dalam
Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006:155) menyatakan beberapa
fungsi media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran tersebut antara
lain: 1) meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga
dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan dasar untuk perkembangan
belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan
pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri
pada setiap siswa, 4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan
cara lain, 5) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga
siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai tujuan
pembelajaran dengan baik.
Sementara itu, Harjanto
(2006:237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat jenis,
yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto,
grafik, bagan, poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi,
yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model
penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide,
filmstrip, film, OHP, video klip dll., dan 4) lingkungan.
Dalam menggunakan media
pendidikan sebagai alat bantu dalam proses pem-belajaran, harus
didasarkan pada kriteria yang objektif. Sebab penggunaan media
pen-didikan tidak sekedar menampilkan program pengajaran di dalam
kelas, tetapi juga mempertimbangkan tujuan pembelajaran, strategi
yang dipakai, termasuk bahan pem-belajaran.
- Pengertian Video Klip
Video Klip adalah
kumpulan potongan-potongan visual yang dirangkai dengan atau tanpa
efek-efek tertentu dan disesuaikan berdasarkan ketukan-ketukan pada
irama lagu, nada, lirik, instrumennya dan penampilan band, kelompok
musik untuk mengenalkan dan memasarkan produk (lagu) agar masayarakan
dapat mengenal yang selanjutnya membeli kaset, CD, DVD.
Unsur-unsur yang terdapat
dalam video klip, antara lain :
1. Bahasa Ritme (irama).
Pelajari birama dulu apakah slow beat, fast beat, middle beat dan
coba rasakan dengan ketukan-ketukan kaki untuk mem-peroleh tempo yang
pas.
2. Bahasa Musikalisasi
(instrument musik). Pembuat Video Klip atau biasa disebut Video
Clipper haruslah mempunyaisebuah wawasan tentang se-gala sesuatu
yang berkaitan dengan musik baik itu jenis musik, alat musik, bahkan
juga profil band.
3. Bahasa Nada.
Perhatikan aransemen nada, diskusikan dengan piñata musiknya
tentang aransemen yang dibuat. Selanjutnya rasakan dengan hati
nada-nada tersebut.
4. Bahasa Lirik. Seorang
Video Clipper dituntut mempunyai sebuah imaji-nasi visual
terhadap lirik dan lagu walaupun tidaklah harus secara verbal. Jika
ada lirik yang mengungkapkan kata ‘cinta’ maka sebagai
simbolisasi tidak harus dengan bunga, warna pink, atau hati. Bisa
saja berupa kertas (surat), sepatu butut (cinta tanpa mengenal status
social), air (cinta yang mengalir). Atau bahkan bias dengan tarian
kontemporer.
5. Bahasa Performance
(penampilan). Selami karakter pemusik, penyanyi, pemain band baik
dari latar belakang bermusiknya, hingga ke profil fisiknya (hidung,
mata, style, fashion dan gerak tubuh).
Full-motion dan life
video berhubungan dengan penyimpanan sebagai video klip, sedangkan
live video merupakan hasil pemrosesan yang diperoleh dari kamera.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin,
2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Antonio,
Jorge Luiz. 2001. “A Map of Different Digital Poetries”. English
revision by Ma-ria do Carmo Martins Fontes. [on line] terdapat pada
situs http://www. Digital-media.
upd.edu. ph/ dmf2001/map.html
Aqib, Zainal. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas
Budianta, Eka 2004.
“Masyarakat Cyber dan Sastra Multimedia” dalam Saut Situmo-
rang, Ed. 2004. Cyber Grafitti, Polemik Sastra Cyberpunk, Edisi
Revisi Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Djamarah,
Syaiful dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Harjanto. 2006.
Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Luxemburg,
Jan Van,et.al. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
-------------------------------.
1987. Tentang Sastra. Diterjemahkan oleh Akhdiati Ikram.
Jakarta: Intermasa.
Mahayana,
Maman S. 2007. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah. Online
(http://johnherf.wordpress.com). Diakses 23 Februari 2008.
Mulyani Sumantri, Johar
Permana.2001.Strategi Belajar Mengajar. Bandung :CV Maulana.
Nurgiantoro, Burhan.
2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: PT BPFE.
Oemar Hamalik, 1986.
Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
Pradopo,
Rachmat. 1995. Pengkajian Puisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sadiman, Arif S.,dkk.
2003. Media Pendidikan:Pengertian,Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sakdiyah,
Mislinatul. Menggauli Puisi Lewat Lagu. Online
(http://cybersastra.net). Diakses 19 Januari 2007.
Sarjono,
Agus R. 2001. Sastra dan Empat ORBA. Yogyakarta : Yayasan
Bentang Bu-daya.
Soeparno.1987. Media
Pembelajaran Bahasa. Klaten: Intan Pariwara.
Teeuw,
A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Ilmu
Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.
Waluyo,
J. Herman. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Surabaya:
Erlangga.
Wellek,
Rene dan Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.
Wijaya,
Putu. 2007. Pengajaran Sastra. Diakses dari
Http://putuwijaya.wordpress.
com/2007/ 11/03/ pengajaran-sastra/Teori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar