Kamis, 17 Januari 2013


Teknik Pembelajaran Membacakan Puisi Bergaya Poetry Reading
Dengan Latihan Dasar Teater Melalui Media Video Klip

  1. Pendahuluan
Video klip pembacaan puisi, bisa menjadi alternatif pembelajaran sastra bagi kalangan siswa, yang lebih praktis dan menyenangkan. Saat ini sudah ada beberapa video klip puisi yang sudah dibuat bahkan diperjualbelikan mulai dari tingkat SMP hingga SMA. Puisi-puisi yang dibuat menjadi video klip itu, merupakan karya dari penyair-penyair Indonesia yang cukup terkenal, mulai dari mendiang Chairil Anwar, WS. Rendra, hingga Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri.
Pembelajaran sastra lewat video klip puisi ini, dapat menjadi salah satu metode alternatif, untuk menjawab kejenuhan dari cara pembelajaran sastra yang masih cenderung formal dan konvensional. Puisi dalam format digital, bisa berupa pembacaan karya puisi yang direkam dalam sebuah kaset atau cakram CD. Atau lebih jauh lagi melalui video art yang menggunakan teknologi multimedia.
Almarhum WS Rendra, yang beberapa tahun ke belakang telah merilis album puisinya dengan bentuk kaset/CD. Dan menurut keterangan, pemasarannya sudah mencapai beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Tidak hanya dalam bentuk rekaman suara, ketika masih muda usia, ia pun telah melangkah lebih jauh dengan mempublikasikan puisinya dalam bentuk video klip. Dan video tersebut masih dapat kita akses dengan mudah sekarang ini melalui situs terkemuka di dunia, youtube. Tentu saja hal ini sangat menarik.
Puisi tidak lagi sederet huruf dan kumpulan kata yang bermakna tetapi sudah menjadi sebuah animasi – bentuk yang bergerak, berwarna, berbunyi, dan berlatar belakang lukisan atau foto (Budianta, 2004: 191, Soewandi, 2004: 248, Ridwan. 2004: 253). Kemudian Jorge Luiz Antonio (2001) dari Brasil memetakan puisi digital sebagai
“… the continuous relationship between art and science, and the new media utilization as a means of poetic expression: these seem tobe the first elements we can identify as we look for new artistic communication media, among which we find poetic communication, that is, digital poetry.
Penerapan teknologi dapat mewujudkan puisi bentuk baru dengan kekayaan media tulisan, media gambar, media musik, media bunyi-bunyian, dan media gambar
bergerak (animasi). Semua media ini dapat digunakan sekaligus dalam puisi dengan bantuan program komputer.
Proses reproduksi puisi digital dapat ditelusuri pada penggunaan teknologi yang bermula pada penciptaan puisi lisan yang berdasarkan pada unsur bahasa bunyi dalam bentuk rima, aliterasi, dan asonansi. Kemudian penelusuran berlanjut pada penciptaan puisi konkret, puisi yang memfungsikan kata (bunyi yang dituliskan) menjadi bentuk visual atau gambar. Puisi yang kata atau kelompok katanya menyulap menjadi gambar-an yang mengagumkan serta membiaskan ungkapan gagasan umum tentang makna kata itu.
Pembelajaran keterampilan membaca puisi bergaya poetry reading dengan teknik latihan dasar teater melalui media video klip, pada tahap pramembaca dilakukan dengan kegiatan siswa menyaksikan video klip, memilih video klip, mendiskusikan video klip, dan menerapkan teknik membaca puisi bergaya poetry reading sesuai dengan video klip yang dipilih; penggunaan video klip dapat menstimuli siswa dalam berimajinasi untuk mengembangkan teknik pembaca puisi dan menciptakan atau menulis puisi.
2. Hakikat Membaca
Hodgson (dalam Tarigan, 1986) memberikan definisi membaca suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlibat dalam pandangan sekilas dan agar kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat maupun yang tersirat tidak akan dipahami dan proses membaca tidak terlaksana dengan baik.
Membaca adalah proses melisankan lambang yang tertulis. Dari sudut linguistik membaca adalah proses penyandian dan pembacaan sandi. Membaca adalah per-buatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengenal lambang yang disampaikan pe-nulis untuk menyampaikan makna. Pendapat lain membaca merupakan metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi atau mengkomunikasikan makna yang terkandung pada lambang-lambang (Tarigan, 1989:18).
Menurut Endang (dalam Tarigan 1989:133) adalah aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis. Membaca adalah suatu proses bernalar (Reading is reasioning). Dengan membaca kita mencoba mendapatkan informasi hingga mengen-mengendap menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri akhirnya menjadi suatu dasar untuk dinamisasi kehidupan, memperlihatkan eksistensi, berjuang mem-pertahankan hidup, dan mengembangkan dalam bentuk sains dan teknologi sebagai kebutuhan hidup manusia.

  1. Hakikat Puisi
Di banyak kalangan, mendefinisikan puisi secara terbuka merupakan hal yang masih sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pendapat tentang puisi. Akan tetapi, perumusan tentang puisi tidak begitu penting, karena yang paling penting ada-lah pembaca dapat memahami dan menikmati puisi yang ada.
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepa-da dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang seka-ligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Dalam Aminuddin (2002), Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi. Penggunaan kata-kata dalam puisi, tentu saja bersifat kiasan. Anggapan lain mengenai puisi adalah bahwa puisi merupakan pengungkapan perasaan (Luxemburg, et al : 1987). Jadi, menurutnya bahwa bahasa puisi itu merupa-merupakankan bahasa yang berperasaan dan subjektif. Anggapan ini muncul pada zaman Romawi yang menganggap bahasa puisi lahir dari perasaan yang ada dalam penyairnya. Sehingga perasaan pada zaman tersebut menjadi pusat perhatian. Puisi mengungkapkan keadaan hati. Akan tetapi, di sisi lain, terutama dalam perkembangan puisi saat ini, terdapat jenis puisi yang tidak memperhitungkan perasaan, dalam hal ini
bahasa yang digunakan sangat lugas dan mudah dipahami oleh pembacanya. Biasanya disebut puisi prosa.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut:
(1) Alterbernd (1970 : 2), mendefinisikan puisi sebagai the interpretive drama tization ofexperience in metrical language (pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa bermetrum). Meskipun mengandung kebenaran, namun definisi tersebut tidak bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia karena pada umum-nya puisi Indonesia tidak memakai metrum sebagai dasar. Jika yang dimaksud metrical adalah berirama, maka definisi Altenbernd memang bisa diterima, tetapi memiliki kelemahan karena prosa pun ada yang berirama. Sebut misalnya cerpen-cerpen Danarto yang menggunakan kekuatan irama untuk menambah keindahan karyanya.
(2) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepat-nya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, an-tara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan seba-gainya.
(3)  Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musi-kal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu se-perti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang me-nonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(4)   Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan pera-saan yang bercampur-baur.
(5)  Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta ber-irama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan se-bagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(6)  Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang pa-ling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat me-ngesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena ke-matian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, na-mun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyim-pulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebe-narnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
Herman J. Waluyo ( 2003:1) mengatakan bahwa puisi adalah karya sastra de-ngan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias.
Pendapat lain mengenai pengertian puisi disampaikan oleh Pradopo (2002:7), yang menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digu-bah dalam wujud yang paling berkesan. Sementara itu, unsur-unsur estetika puisi da-pat diketahui melalui unsur-unsur estetika (keindahan), misalnya gaya bahasa dan komposisinya. Puisi sebagai karya sastra, memiliki fungsi estetika dominan dan di dalamnya terdapat unsur-unsur kepuitisannya, misalnya persajakan, diksi (pilihan ka-ta), irama, dan gaya bahasa. Gaya bahasa meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, yaitu efek estetika atau aspek kepui-tisan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ungkapan perasaan, emosi, ide yang disampaikan dengan bahasa yang indah susunannya dan mempunyai makna yang luas. Puisi merupakan wujud dari pengalaman penulisnya da-lam bentuk bahasa yang memiliki makna yang dalam. Bahasa puisi bersifat plastis, namun mampu mengakomodasikan berbagai dimensi makna di balik apa yang tersu-rat. Dimensi itu, misalnya imagery, yaitu gambar angan-angan pada saat orang mem-baca sebuah karya, sehingga merasa terlibat dengan pengalaman penyair.
  1. Ragam Membaca Dalam Apresasi Sastra
Dalam upaya pemahaman unsur-unsur yang terdapat dalam suatu cipta sastra, hendaknya seorang apresiator dapat memahami hakikat membaca sebelum melaku-kan apresiasi. Dalam teori membaca Todorov, memberikan batasan dalam kegiatan membaca suatu cipta sastra, diantaranya : 1) proyeksi, 2) komentar, dan 3) puitika.
Dalam tahap proyeksi, kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur di luar teks, tetapi yang secara kongruen atau secara laras dan bersama-sama menunjang kehadiran teks. Unsur-unsur itu meliputi kehidupan pengarang, kehidupan sosial masyarakat, yang melatari kehidupan teks sastra serta system konvensi yang dianuti pengarangnya. Dalam tahap komentar, seorang pembaca memahami isi paparan teks
yang terbatas pada bentuk paparan yang “tersisa” dari jangkauan pemahaman pembaca. Oleh karena itu, ada tiga tahap kegiatan yang terdapat dalam komentar, yakni:
1) Eksplikasi, yakni menguraikan isi paparan yang belum dipahami dengan jalan menghubungkannya dengan isi bagian paparan lain yang sudah dipahami.
2) Elusidasi, yakni menerangkan secara jelas hasil uraian isi paparan yang belum dipahami dalam kaitannya dengan bagian isi paparan yang lainnya ssecara umum.
3) Précis, yakni meringkas uraian panjang lebar tentang isi paparan yang belum dipahami sesuai dengan ketepatan dan keselarasannya dengan isi dalam bagian lain dari teks itu sendiri. Kegiatan terakhir adalah paraphrase.
Pada tahap puitika, pembaca harus berusaha memahami kaidah-kaidah abstrak yang secara instrinsik terdapat dalam teks sastra itu sendiri. Dalam hal ini, kaidah abstrak tersebut dapat dipahami melalui dua tahap kegiatan, antara lain, 1) inter-pretasi, dan 2) deskripsi. Interpretasi terhadap makna dalam teks sastra dalam hal ini harus bertolak dari realitas yang ada dalam teks sastra itu sendiri.
Tahap kedua adalah deskripsi. Meskipun deskripsi itu tampak terlalu ilmiah untuk mengkaji ragam seni, tetapi menurut Todorov, isitilah tersebut memiliki nuansa arti sendiri. Bila dalam metode deskriptif adalah metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang diteliti apa adanya, maka tahap pendeskripsian makna dalam teks sastra diharapkan sepenuhnya bertolak dari makna yang terkandung dalam teks sastra itu sendiri.


  1. Pembelajaran Membaca Puisi
Dalam pembelajaran membaca puisi hal yang perlu diperhatikan adalah siswa, sasaran, metode dan evaluasi. Setelah persiapan pembelajaran dilakukan, dilaksana-kan pembelajaran keterampilan membacakan puisi bergaya poetry reading dengan teknik latihan dasar teater melalui media video klip pada tahap pramembaca dilakukan dengan kegiatan siswa menyaksikan video klip, memilih video klip, mendiskusikan video klip, dan menerapkan teknik membacakan puisi bergaya poetry reading dengan teknik latihan dasar teater sesuai dengan video klip yang dipilih; penggunaan video klip dapat menstimuli siswa dalam berimajinasi untuk mengembangkan dan teknik membacakan puisi bergaya jenis yang lain (berbeda) dan menciptakan atau menulis puisi.
Pada langkah pra membaca siswa diajak memahami puisi yang akan dibacakan dengan membicarakan kosakata yang dianggap sukar bagi siswa. Kemudian dilanjut-kan dengan memberi tanda jeda pada baris-baris puisi, guna mengatur pernafasan. Pada langkah saat membaca siswa diajak menyimak model yang mendemonstrasikan pembacaan puisi melalui video klip,dengan tidak lupa mendiskusikan apa yang siswa saksikan. Pada pasca membaca siswa dapat menerapkan keterampilannya dengan pembacaan puisi yang lain atau bahkan prosa dengan aspek-aspek yang telah dipela-jari dalam membaca puisi.
  1. Teknik Pembelajaran Membaca Puisi
Dalam membacakan puisi, dikenal dengan tiga gaya, yaitu gaya potery reading,  gaya deklamatoris, dan gaya teaterikal. Teknik pembelajaran membacakan puisi yang akan diuraikan adalah teknik membacakan puisi dengan gaya poetry reading. Teknik pembelajaran membacakan puisi ini dilakukan secara berkesinambungan. Teknik ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan metafisika. Keduanya merupakan perpaduan yang diperlukan dalam membacakan puisi. Kedua pendekatan ini diaplikasikan dalam bentuk latihan-latihan dasar yang akrab dalam kehidupan berteater.
Adapun teknik pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut :
( I )  Pendekatan Struktual
Sebelum melakukan pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang akan dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.
a.  Membaca berulang-ulang
Tahap ini merupakan tahap mengenali bentuk puisi. Dengan membaca berulang-ulang, akan diketahui bentuk puisi berikut makna yang hendak disam-paikan penyair. Tipografi puisi dapat digali hingga menemukan maksud penyair.
b.   Memberinya jeda
Setelah memahami bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak didengar saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata yang hendak dipisah pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda jeda, dapat mempermudah untuk menyampaikan isi dari puisi kepada pendengar (penonton). Dengan pemenggalan tanda yang tepat, setidaknya makna yang disampaikan lebih baik.

c.  Mencari alur
Setiap karya sastra yang baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan puncak alur sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik itu. Dengan menemukan alur, puisi dapat dibacakan secara tepat. Pembaca puisi harus bisa membedakan suara ketika sedang membaca-kan bait-bait yang merupakan penciptaan konflik, konflik, hingga penyelesaian konflik. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bait-bait mana yang harus dibacakan secara maksimal.
d.  Memahami makna secara intensif
Setelah melakukan tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang memerlukan waktu cukup lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perenungan ba-banyak terjadi di sini. Tidak cukup 10-20 menit untuk mencari “nyawa” dari puisi yang dipilih, melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari. Pada awal tahap ini harus dilakukan secara serius, kemudian boleh dilakukan di sela-sela aktivitas sehari-hari, misal sambil makan.
(2) Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Dalam kegiatan membaca sastra, dapat dijumpai dalam membaca poetry reading sastra secara lisan memiliki sifat redeskriptif. Dalam membaca redes-kriptif itu, bunyi ujar tidak muncul secara sewenang-wenang. Tetapi, harus mampu menggambarkan isi cerita serta suasana yang semula dipaparkan pengarang secara tertulis. Dalam hal ini, kegiatan poetry reading dapat dilaku-kan meliputi 1) pelafalan, 2) penentuan kualitas bunyi: tinggi-rendah, keras-lunak, 3) tempo, dan 4) irama. Selain keempat aspek tersebut, membaca secara lisan juga melibatkan aspek tubuh, pembaca juga harus mampu menata gerak mimik atau facial expression, gerak bagian-bagian tubuh atau gesture, maupun penataan posisi tubuh atau posture. Juga, eye contact sebagai salah satu upa-ya menciptakan hubungan batin dengan pendengarnya juga harus diperhatikan.
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: ter-senyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
(3)  Teknik Latihan Dasar Teater
  1. Pemanasan
Latihan pemahasan diperlukan untuk membuat kondisi tubuh yang lelah menjadi bugar. Senam pemanasan ini bisa dimulai dengan :
1.      gerakan kepala; menoleh kanan kiri, atas bawah, dan berputa
2.      senam mimik: ekspresi menangis, tertawa, melongo, sinis, kejam, dll,
3.      gerakan tangan: membentuk huruf S, lengan dibuka dan ditutup, dll
4.      gerakan kaki; diangkat ke depan, ke kanan, ke kiri, dll. bergantian dari kaki kanan dan kiri
5.     ditutup dengan berlari-lari kecil.

Senam ini dapat dikreatifitaskan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki fasilitator, dalam hal ini guru.
  1. Olah napas
Dalam pernapasan, dikenal pernapasan dada dan perut. Kedua jenis pernapasan ini harus dipadukan untuk memperoleh kualitas vokal dan pengha-yatan yang memerlukan perpaduan lagi dengan detak jantung dan imajinasi.
1.  Siswa diminta untuk mengambil napas kecil, kemudian mengeluarkan-nya
2.  Setelah dirasa cukup, siswa diminta untuk menarik napas dan me-nyimpannya dalam dada, kemudian mengeluarkannya dengan pelan-pelan
3.  Siswa diminta mengambil napas dengan 3 hitungan, diminta mena-hannya dengan 3 hitungan, dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan dengan hitungan 3 juga (Melakukan pernapasan segitiga)
4.  Latihan berikutnya ditingkatkan menjadi 5 hitungan, 7 hitungan, 9 hi-tungan, dan semampunya.
5.  Setelah dirasa cukup, siswa diminta melakukan proses nomor 2-4 dengan menyimpannya di perut.
6.  Siswa diminta mengambil napas terengah-engah dengan berbagai po-sisi, misal dengan posisi terlentang atau berdiri
7.  (langsung dilanjutkan olah vokal)
  1. Olah vokal
1.  Kemudian siswa diminta berbisik dengan mengucapkan beberapa larik puisi.
2.  Setelah itu, diminta berteriak hingga artikulasi dan intonasinya tepat dan terdengar dalam jarak sesuai dengan ukuran proporsional. Misal aula, suara siswa harus terdengar hingga di sust belakang aula.
3.  Siswa kemudian diminta untuk menilai satuan suara (desible) milik temannya ketika berbisik maupun berteriak dengan dua pilihan, yaitu sama atau berbeda desible-nya. Setiap siswa berpasangan dan melakukannya secara bergiliran
4.  Setelah mengetahui kapasitas desible temannya, setiap siswa diwajib-kan untuk dapat mengetahui berapa keras, lantang, dan lembut sua-ranya agar terdengar sesuai dengan kapasitas proporsi ruang (jika dilakukan dalam ruangan)
5.  Siswa diminta untuk mengucapkan beberapa larik dalam bait-bait puisi di dalam ruang dan di luar ruang.

Latihan olah napas dapat melibatkan kelompok silat olah pernapasan. Sedangkan latihan vokal dapat melibatkan kelompok paduan suara yang lebih memahami tentang olah vokal yang baik. Paling tidak, teknik dan materinya tidak menyimpang jauh dan usefull.
 
  1. Konsentrasi
Pada tahap ini, konsentrasi merupakan salah satu latihan dasar dalam membacakan puisi. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika performansi nantinya. Membacakan puisi bukan membaca puisi untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Jadi proses membacakan puisi dilakukan di hadapan orang lain. Untuk itulah, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mengatasi segala rang-sangan yang bisa mengganggu proses pembacaan puisi.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan latihan dasar konsentrasi adalah: 
1.  Siswa diminta untuk menanggalakn semua aksesori yang mengikat di tubuh, seperti arloji, gelang, dll. Upayakan mereka juga mengendur-kan ikat pinggang. Jika mereka memakai sepatu, sebaiknya dilepas berikut kaos kakinya.
2.  Semua siswa diminta untuk mencari posisi yang sangat rileks. Hal ini dilakukan agar aliran darah yang mengalir dari jantung berjalan sa-ngat lancar dan membuat tubuh bugar. Siswa diperbolehkan untuk duduk hingga merebahkan diri. Namun siswa harus diingatkan agar jangan sampai tertidur karena terbawa oleh hawa. Konsentrasi bukan mengosongkan pikiran, tetapi memusatkan perhatian pada satu titik. Pikiran jangan sampai kosong sebab akan sangat rawan dimasuki oleh “roh ghaib”, terlebih dilakukan di tempat yang rawan.
3.   Ajaklah siswa untuk memejam mata agar lebih mudah melakukan konsentrasi
4.   Siswa diajak untuk memusatkan pikiran dengan cara mendengarkan suara-suara yang paling jauh
5.  Jika dirasa bahwa siswa sudah dapat memusatkan pikiran pada pi-kiran yang jauh, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan pikiran dengan mendengarkan suara-suara yang jauh dengan cara mengi-dentifikasi bunyi dan mengakrabinya
6.  Setelah itu, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan perhatian pada suara-suara yang dekat dengan mereka. Biarkan mereka me-ngidentifikasinya dan mengakrabinya
7.  Setelah dirasa cukup, ajaklah siswa untuk mencari, mendengarkan, dan memusatkan perhatian pada suara yang sangat dekat, yaitu de-tak jantungnya. Biarkan mereka berkonsentrasi pada detak jantung-nya. Ajaklah mereka untuk benar-benar merasakan detak jantungnya mulai dari gejala berdenyut, berdenyut hingga efek yang ditinggalkan setelah denyut itu selesai dan menuju ke denyut selanjutnya. Biarkan mereka mengakrabinya Usahakan agar aliran darah mengalir dengan lancar. Jika ada salah satu bagian tubuh, misalnya siku atau lutut, ditekuk, maka akan menyebabkan aliran darah tidak lancar dan me-nyebabkan kejang (Jawa: keram)
8.   (langsung dilanjutkan latihan imajinasi) 
  1. Imajinasi (Penghayatan)
1.  Memberikan kesadaran bahwa denyut jantung sesungguhnya memompa darah ke seluruh tubuh.
2.   Memberikan kesadaran bahwa dengan mengendalikan detak jantung yang dipadukan dengan napas mampu membawa pada suasana yang diinginkan
3.  Mengajak siswa berkonsentrasi pada area kepala dengan fokus mata. Bahwa mata yang dimiliki memiliki potensi untuk melirik, melotot, terpejam, dll. Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi ter-terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bola mata yang maksi-mal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi.
4.  Setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk berkonsentrasi pada mulut. Sama dengan mata, mulut juga memiliki potensi untuk bisa maksimal. Mulut bisa untuk melongo, menguap, tertutup, dll. Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bibir yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika memba-ca puisi. Bibir memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
5.  Setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan ge-rak wajah (mimik). Siswa diminta berkonsentrasi pada bentuk mimik. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana bentuk mimik yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika mem-baca puisi. Mimik memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
6.  Setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak kepala. Siswa diminta berkonsentrasi pada gerakan kepala. Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan kepala yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika mem-baca puisi. Kepala memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
7.   Siswa kembali diminta untuk berkonsentrasi pada bagian tengah dari tubuh, khusnya bagian atas punggung (Jawa: pundak). Bagaimana gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Punggung memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
8.  Siswa diajak berkonsentrasi dan berimajinasi pada bagian tangan. Siswa di-minta untuk tetap berimajinasi pada puisi yang telah dipilih. Bagaimana gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Tangan memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
9.  (Langsung dilanjutkan dengan latihan ekpsresi)
  1. Ekspresi
1.  Jika dirasa cukup, siswa diminta untuk membayangkan jika seandai-nya mereka benar-benar menyaksikan peristiwa tersebut bahkan mengalaminya sendiri
2.  Upayakan agar mereka bisa “lepas” dalam menghayati. Biarkan mere-ka menangis bahkan tertawa. Usahakan agar tidak mengeluarkan ka-ta-kata terlebih dulu.
3.  Biarkan siswa larut dan mengekspresikannya dengan larik-larik dalam puisi yang diingat
4.  Jika siswa sudah lepas, minta mereka perlahan-lahan mengendalikan ekspresi itu
5.   Jika siswa sudah bisa mengendalikan, siswa diminta untuk mengam-bil nafas pelan-pelan kemudian mengeluarkannya. Lakukan secu-kupnya.
6.  Jika siswa dalam kondisi yang tenang, siswa diminta untuk meng-gerakkan jari-jemari tangan dengan pelan-pelan dan merasakannya dari kondisi sebelum digerakkan, bergerak, hingga sudah digerak-kan. Siswa diminta untuk merasakan angin yang melewati tangan.
7.   Lakukan proses yang sama dengan jari-jemari kaki
8.   Setelah dirasa cukup, semua siswa diminta untuk membuka mata perlahan-lahan dan menyadari bahwa tubuhnya masih terdapat di tempat yang menjadi latihan tadi, misalnya aula, tempat parkir, kelas, dll.
9.  Untuk mengekspresikan semua kepenatan yang ada dalam jiwa, dalam hitungan ketiga, semua siswa diminta untuk mengambil napas dan mengeluarkannya dengan teriakan “hah”.
 
Setelah melakukan teknik latihan di atas, semua siswa diminta untuk mem-bacakan puisi di depan siswa yang lain.
Beberapa catatan yang perlu diingat adalah
1.  Membaca puisi berbeda dengan membacakan puisi. Membacakan puisi dilakukan untuk orang lain. Jadi, makna yang terdapat dalam bentuk puisi disampaikan semaksimal mungkin agar isi puisi bisa “sampai” di penonton.
2.  Seseorang yang membacakan puisi harus benar-benar memahami makna yang terkandung dalam puisi tersebut atau dengan istilah menemukan nyawa puisi. Jika ada orang  yang membacakan puisi tanpa memahami makna puisi tersebut, maka tidak ada bedanya dengan orang gila yang sedang kesumat.
3.  Penghayatan dan ekspresi harus total, namun emosi tetap terkontrol. Jika ekspresinya dilepas begitu saja, maka emosi tidak terkontrol dan proses pembacaan puisi akan terganggu karena pembaca puisi asyik dengan emosinya sendiri. Akibatnya isi puisi tidak sampai pada penonton.
4.   Intonasi dan artikulasi dalam membacakan puisi harus dilatih lebih intensif. Karena dua hal inilah yang menjadi faktor utama dalam mengantarkan kata-kata untuk menyampaikan makna dari penyair menuju ke penonton melalui transkata dari pembaca puisi
5.  Dalam membacakan puisi, dapat memakai metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Namun pada akhirnya nanti, setiap siswa harus memiliki karakteristik sendiri dalam membacakan puisi, atau lazim dikenal dengan istilah be your self.
6.  Rambu-rambu guru: 1) makna harus bisa ditemukan sendiri oleh pembaca. Kalau pun tidak memahami, guru sebaiknya jangan mendikte bahwa larik tertentu harus dibaca seperti ini. Biarkan siswa menemukan makna dan mengungkapnya sesuai dengan selera. Di Akhir, guru diperkenankan memberikan apresiasi terhadap ciri khas pembacaan puisi dari siswa, dan 2) diupayakan agar siswa dapat menemukan sendiri bait-bait mana yang merupakan konflik dan mungkin harus dibaca lebih tajam. Guru jangan mendikte cara membaca bait-bait tertentu. Hal ini berakibat bahwa siswa kadang kurang nyaman dalam membaca karena memenuhi selera (apresiasi guru)
7.  Semoga sukses

  1. Media Pembelajaran.
Menurut Heinich, dkk (1993) media merupakan alat saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan. Media pembelajran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Media pembelajaran selalu terdiri atas 2 unsur penting, yaitu unsur peralatan (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (software). Perangkat keras adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar tersebut. Sedangkan perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu sendiri yang akan disampaikan kepada siswa.
Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2002:136). Dalam proses belajar-mengajar, media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan pembelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mu-dah mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran.
Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi dalam pembelajaran. Nana Sudjana (dalam Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006:155) menyatakan beberapa fungsi media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran tersebut antara lain: 1) meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa, 4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan cara lain, 5) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
Sementara itu, Harjanto (2006:237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat jenis, yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, bagan, poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi, yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide, filmstrip, film, OHP, video klip dll., dan 4) lingkungan.
Dalam menggunakan media pendidikan sebagai alat bantu dalam proses pem-belajaran, harus didasarkan pada kriteria yang objektif. Sebab penggunaan media pen-didikan tidak sekedar menampilkan program pengajaran di dalam kelas, tetapi juga mempertimbangkan tujuan pembelajaran, strategi yang dipakai, termasuk bahan pem-belajaran.
  1. Pengertian Video Klip
Video Klip adalah kumpulan potongan-potongan visual yang dirangkai dengan atau tanpa efek-efek tertentu dan disesuaikan berdasarkan ketukan-ketukan pada irama lagu, nada, lirik, instrumennya dan penampilan band, kelompok musik untuk mengenalkan dan memasarkan produk (lagu) agar masayarakan dapat mengenal yang selanjutnya membeli kaset, CD, DVD.
Unsur-unsur yang terdapat dalam video klip, antara lain :
1. Bahasa Ritme (irama). Pelajari birama dulu apakah slow beat, fast beat, middle beat dan coba rasakan dengan ketukan-ketukan kaki untuk mem-peroleh tempo yang pas.
2. Bahasa Musikalisasi (instrument musik). Pembuat Video Klip atau biasa disebut Video Clipper haruslah mempunyaisebuah wawasan tentang se-gala sesuatu yang berkaitan dengan musik baik itu jenis musik, alat musik, bahkan juga profil band.
3. Bahasa Nada. Perhatikan aransemen nada, diskusikan dengan piñata musiknya tentang aransemen yang dibuat. Selanjutnya rasakan dengan hati nada-nada tersebut.
4. Bahasa Lirik. Seorang Video Clipper dituntut mempunyai sebuah imaji-nasi visual terhadap lirik dan lagu walaupun tidaklah harus secara verbal. Jika ada lirik yang mengungkapkan kata ‘cinta’ maka sebagai simbolisasi tidak harus dengan bunga, warna pink, atau hati. Bisa saja berupa kertas (surat), sepatu butut (cinta tanpa mengenal status social), air (cinta yang mengalir). Atau bahkan bias dengan tarian kontemporer.
5. Bahasa Performance (penampilan). Selami karakter pemusik, penyanyi, pemain band baik dari latar belakang bermusiknya, hingga ke profil fisiknya (hidung, mata, style, fashion dan gerak tubuh).

Full-motion dan life video berhubungan dengan penyimpanan sebagai video klip, sedangkan live video merupakan hasil pemrosesan yang diperoleh dari kamera.





















DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Antonio, Jorge Luiz. 2001. “A Map of Different Digital Poetries”. English revision by Ma-ria do Carmo Martins Fontes. [on line] terdapat pada situs http://www. Digital-media. upd.edu. ph/ dmf2001/map.html

Aqib, Zainal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas

Budianta, Eka 2004. “Masyarakat Cyber dan Sastra Multimedia” dalam Saut Situmo- rang, Ed. 2004. Cyber Grafitti, Polemik Sastra Cyberpunk, Edisi Revisi Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Luxemburg, Jan Van,et.al. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
-------------------------------. 1987. Tentang Sastra. Diterjemahkan oleh Akhdiati Ikram. Jakarta: Intermasa.
Mahayana, Maman S. 2007. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah. Online (http://johnherf.wordpress.com). Diakses 23 Februari 2008.
Mulyani Sumantri, Johar Permana.2001.Strategi Belajar Mengajar. Bandung :CV Maulana.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: PT BPFE.
Oemar Hamalik, 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.

Pradopo, Rachmat. 1995. Pengkajian Puisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sadiman, Arif S.,dkk. 2003. Media Pendidikan:Pengertian,Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sakdiyah, Mislinatul. Menggauli Puisi Lewat Lagu. Online (http://cybersastra.net). Diakses 19 Januari 2007.
Sarjono, Agus R. 2001. Sastra dan Empat ORBA. Yogyakarta : Yayasan Bentang Bu-daya.
Soeparno.1987. Media Pembelajaran Bahasa. Klaten: Intan Pariwara.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.
Waluyo, J. Herman. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Surabaya: Erlangga.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Wijaya, Putu. 2007. Pengajaran Sastra. Diakses dari Http://putuwijaya.wordpress. com/2007/ 11/03/ pengajaran-sastra/Teori









Tidak ada komentar:

Posting Komentar