BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sekolah
merupakan lembaga penentu dalam kiprah pengembangan pendidikan,
karena dari deretan birokrasi yang terkait dengan pengembangan
pendidikan, sekolah sebagai pelaksana dari semua program pendidikan
yang direncanakan dari tingkat pusat sampai ke tingkat operasional di
sekolah. Maju mundurnya pendidikan sangat ditentukan oleh pelaksanaan
yang ada di tangan para pendidik di sekolah. Oleh karena itu, dengan
tanpa mengesampingkan pentingnya faktor-faktor lain yang turut
berpengaruh terhadap mutu pendidikan, unsur pendidik dan tenaga
kependidikan yang ada di sekolah harus mendapat pengelolaan dan
pengembangan secara optimal. Hal ini sejalan dengan upaya-upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dengan dibuatnya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
unsur ketenagaan di sekolah.
Kebijakan
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan yang telah dibuat oleh
pemerintah diantaranya dituangkan dalam UUD 1945, Undang-Undang No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl, Undang-Undang No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 12
Tahun 2007 tentang Kompetensi Pengawas Sekolah, Permendiknas No. 13
Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16
Tahun 2007 tentang Kompetensi Guru, Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidik dan masih banyak lagi
kebijakan-kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk pengembangan
pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat penting adanya
sebagai dasar untuk melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan di
sekolah. Namun perlu disadari bawa keberhasilan dalam mencapai tujuan
pendidikan, kuncinya tetap ada di sekolah. Selengkap apapun ketentuan
pemerintah untuk mengembangkan pendidikan, tetapi tanpa adanya
pelaksanaan program-program pendidikan di tingkat sekolah maka
kebijakan-kebijakan tersebut akan menjadi kurang berarti bagi
perkembangan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai kelanjutan dan
merupakan kebijakan operasional yang sangat penting adalah adanya
pelaksanaan yang baik di tingkat sekolah. Hal ini pun tentunya
berkaitan dengan kebijakan Sekolah yang merupakan hasil kesepakatan
bersama semua stakeholders pendidikan di lingkungan sekolah
yang berkenaan dengan tata aturan dalam melaksanakan proses
pembelajaran maupun segala hal yang diperlukan untuk mendukung
keberhasilan sekolah dalam menjalankan fungsinya.
Kunci utama agar
perencanaan dan program-program pengembangan pendidikan di sekolah
berjalan optimal berada di tangan para pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah. Dengan demikian jelaslah masalah peningkatan
profesionalisme ketenagaan sangatlah penting untuk diperhatikan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas secara rinci telah dituangkan
dalam PP 19 Tahun 2005 pasal 28 dan pasal 29 mengenai kualifikasi
akademik dan kompetensi yang harus dipenuhi sebagai pendidik anak
berkebutuhan khusus. Kompetensi yang harus dipenuhi mencakup 4
kompetensi yaitu : a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi
kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi Sosial.
Ketentuan yang lebih terperinci lagi dijabarkan dalam Permendiknas
No. 16 Tahun 2007 yaitu tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru. Mengenai tugas guru dijelaskan dalam UU No 14 Tahun 2005 pasal
1 sebagai berikut :”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik. ” (Citra Umbara, 2006 : 1).
Ketentuan ini semestinya dapat mendorong dan memacu para guru untuk
dapat menyandang gelar dan layak dengan setatus sebagai tenaga
profesional. Mengenai pengertian profesional telah dijelaskan dalam
pasal 1 butir 4 UU No. 14 Tahun 2005 (Citra Umbara, 2006 : 3) sebagai
berikut :
Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Selain
tenaga pendidik di SLB semestinya juga memiliki tenaga kependidikan
sebagaimana dijelaskan dalam pasal 35 PP 19 Tahun 2005 (Citra Umbara,
2006 : 191) sebagai berikut :
SDLB, SMPLB, SMALB
atau bentuk lain yan sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala
sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga
laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar,
psikolog, pekerja sosial, dan terapis.
Berdasar
pada ketentuan-ketentuan sebagaimana digambarkan di atas maka dapat
dibandingkan dengan kenyataan di lapangan yang pada saat ini ternyata
masalah ketenagaan ini belum sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Oleh karena itu, untuk pengembangan SLB agar semakin bermutu maka
diperlukan penataan dan peningkatan ketenagaan yang profesional.
Ketenagaan yang profesional akan menentukan berhasil atau tidaknya
pengembangan sekolah luar biasa. Dengan demikian bila mengharapkan
untuk mewujudkan SLB yang berkembang sesuai dengan yang diharapkan
maka pembinaan masalah ketenagaan untuk menjadi tenaga yang
profesional, tidak dapat ditawar-tawar lagi, bahkan hendaknya menjadi
prioritas utama sebelum mengembangkan bidang-bidang lainnya.
Perlu disadari
pula bahwa untuk dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan di sekolah,
unsur manusia merupakan unsur yang sangat penting, karena kelancaran
pelaksanaan program-program sekolah tergantung kepada orang-orang
yang melaksanakannya. Dengan demikian, hal tersebut harus betul-betul
disadari oleh semua personil sekolah, sehingga dengan segala
kemampuannya dengan bimbingan kepala sekolah akan terus berupaya
mengelola sumber daya yang ada untuk pengembangan sekolah. Semua
personil yang ada di sekolah harus memegang prinsip seperti yang
dikemukakan oleh H.M. Daryanto (2006 : 29) bahwa :
Bagaimanapun
lengkap dan modernnya fasilitas yang berupa gedung, perlengkapan,
alat kerja, metode-metode kerja, dan dukungan masyarakat akan tetapi
apabila manusia-manusia yang bertugas menjalankan program sekolah itu
kurang berpartisipasi, maka akan sulit untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dikemukakan.
Personalia
atau tenaga kependidikan yang dimaksud di sini adalah semua orang
yang tergabung untuk bekerja sama pada suatu sekolah untuk
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Personalia atau tenaga kependidikan di sekolah meliputi kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, guru, pegawai tata usah, dan pesuruh.
Agar kegiatan-kegiatan di sekolah berlangsung secara harmonis maka
semua personel yang ada itu harus mempunyai kemampuan dan kemauan,
serta bekerja secara sinergi dengan melaksanakan tugasnya
masing-masing secara sungguh-sungguh dengan penuh dedikasi.
Sesungguhnya
berbagai upaya tak pernah berhenti
dilakukan mulai dari tingkat pusat hinggga di tingkat sekolah untuk
mengembangkan pendidikan bagi ABK di SLB agar
semakin bermutu, namun realita yang ada masih menunjukkan belum
tercapainya apa yang dicita-citakan kita semua. Mutu ABK selama
dalam proses hingga setelah lulus dari SLB masih harus
dipertanyakan tentang kemampuannya untuk dapat
hidup bermasyarakat secara layak dan mandiri.
Hal ini merupakan tantangan dan kewajiban kita semua terutama stake
holders pendidikan luar biasa sudah semestinya mencarikan akar
permasalahan yang pada akhirnya dapat menemukan solusi untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat
perkembangan menuju sekolah yang bermutu.
Kondisi
sebagaimana digambarkan di atas tentu ada kaitannya dengan fakta di
lapangan yang menunjukkan masih belum terpenuhinya tuntutan
profesionalisme ketenagaan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Profesionalisme ketenagaan di SLB masih
belum mencapai kualifikasi yang diharapkan, baik dilihat dari
kualifikasi akademik maupun dari segi pengalaman kerjanya.
Dikemukakan dalam Petunjuk Teknis Rotasi, Mutasi, dan Promosi Tenaga
Pendidik dan Kependidikan SLB Bidang Pendidikan Luar Biasa Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010/2011 bahwa :” 34% tenaga
pendidik masih belum memenuhi kualifikasi yang sesuai untuk tenaga
pendidik pada pendidikan khusus.”
Mengenai
masalah kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan di
Indonesia, pernah dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal Pendidikan
Tinggi Dirjen Dikti Prof. Nizam (Harian PR : 12-2-2010 : 11/2) bahwa
:
Kualitas
sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang
pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun
pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada
di Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S2 dan S3. Sementara
guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta diantaranya belum S1.
Permasalahan
tentang kualifikasi ketenagaan juga dapat disaksikan di SLB,
faktanya di sekolah-sekolah yang ada di Jawa Barat masih banyak guru
yang belum S1 dan di sekolah cenderung belum tersedianya tenaga
kependidikan secara lengakap. Dari kenyataan ini jelaslah bahwa
keadaan seperti itu belum sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Sesuai
dengan permasalahan-permasalahn yang dikemukakan di atas maka untuk
mengatasi masalah ketenagaan harus dilakukan pengelolaan ketenagaan
dengan baik. Dengan kata lain untuk memperoleh tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan yang bermutu diperlukan manajemen sumber daya
manusia. Hal ini penting sekali karena semua
sumber daya yang ada di sekolah yang mencakup man, material, and
money tanpa untur ketenagaan yang bermutu sangat berat
untuk dapat mencapai pendidikan yang bermutu.
Atas
dasar pemikiran tersebut di ataslah maka di sekolah termasuk
di SLB sangat diperlukan manajemen sumber
daya manusia (MSDM) untuk mengembangkan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di SLB. Oleh
karena itulah, dalam makalah ini dibahas tentang Peranan
Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di
Sekolah.
- RUMUSAN MASALAH
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : “Bagaimanakah
Peranan Manajemen
Sumber Daya Manusia dalam Upaya Meningkatkan Mutu
Pendidikan di
Sekolah ?”
- TUJUA DAN MANFAAT
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Peranan
Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Upaya Meningkatkan Mutu
Pendidikan di Sekolah.
Sedangkan
manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
- Sebagai masukan bagi stakeholders pendidkan khususnya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah luar biasa tentang pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusaia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di SLB.
- Sebagai masukan bagi para kepala sekolah dalam membina ketenagaan melalui penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia.
- Sebagai masukan bagi sekolah-sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
- Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya bidang pendidikan luar biasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sekolah Luar Biasa
Tempat
penyelenggaraan pendidikan dibagi menjadi tiga lingkungan yaitu
formal, informal dan non formal. Sekolah Luar Biasa adalah sebuah
lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus. Sebagai lembaga pendidikan SLB dibentuk oleh
banyak unsur yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang
proses intinya adalah pembelajaran bagi peserta didik.
Dalam
ketentuan umum UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dikemukakan
bahwa : “Proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya, kecerdasan, ahlak mulia, serta
keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”
(UU Sisdiknas, 2006 : 72). Bertitik tolak dari tujuan itulah setiap
lembaga pendidikan termasuk di dalamnya Sekolah Luar Biasa hendaknya
bergerak dari awal hingga akhir sampai titik tujuan suatu proses
pendidikan, yang pada akhirnya dapat “mewujudkan terjadinya
pembelajaran sebagai suatu proses aktualisasi potensi peserta didik
menjadi kompetensi yang dapat dimanfaatkan atau digunakan dalam
kehidupan” (Hari Suderadjat, 2005 : 6).
Syafaruddin
(2002 :87) mengemukakan bahwa : “Dalam system pendidikan nasional
Indonesia sekolah memiliki peranan strategis sebagai institusi
penyelenggra kegiatan pendidikan.” Oleh karena itu, jelaslah
bahwa Sekolah Luar Biasa memiliki dan mengemban tugas yang berat
tetapi penting. Berat karena harus selalu berperang menghadapi
berbagai kelemahan, ancaman dan tantangan guna menselaraskan
program-program kegiatan yang terealisir dengan dinamika perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bergerak demikian cepat.
Penting, karena tugas-tugas dan fungsi sekolah sangat diperlukan
untuk mengembangkan potensi anak-anak berkebutuhan khusus demi
kelangsungan hidupnya yang harus selalu dinamis dan optimis.
Melihat
kedudukan sekolah yang demikian pentingnya Syafaruddin (2002 : 88)
mengatakan bahwa : “ sekolah menjadi pusat dinamika masyarakat.
Keberadaan sekolah menjadi institusi sosial yang menentukan pembinaan
pribadi anak dan sosialisasi serta pembudayaan suatu bangsa.”
Di
balik fungsi dan peranan sekolah yang sangat esensial bagi
perkembangan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa, serta
tingginya harapan masyarakat terhadap sekolah ada satu realita yang
masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain
lembaga-lembaga sekolah masih berkualitas rendah dan belum dapat
memenuhi harapan masyarakat. Hal itu tercermin dari rendahnya
kualitas lulusan sekolah yang diekspresikan dengan menganggurnya
siswa-siswa yang telah lulus sekolah. Bahkan dalam realita
keseharian terlihat para lulusan yang belum dapat hidup mandiri untuk
mengatasi persoalan kehidupannya sehari-hari. Hal ini sebagai
cerminan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai output
pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Gambaran di atas sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Hari Suderadjat (2005 : 4) yang mengemukakan bahwa
“lulusan sekolah khususnya di Indonesia dinilai bermutu
rendah dalam komparasi Internasional”.
Sejalan
dengan pendapat Hari Suderajat dikemukakan pula
tentang
lemahnya mutu
pendidikan kita oleh Syafaruddin (2002 : 19) sebagai berikut :
Dunia
pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat.
Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian
masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam,
bahkan lebih orientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan
mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan
kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan,
baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja
sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan
SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum
sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati
diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Berangkat
dari kenyataan di atas maka mau tidak mau harus dilakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan keberhasilan sekolah sehingga menjadi
lembaga pendidikan yang efektif dan produktif. Terwujudnya Sekolah
Luar Biasa yang efektif dan produktif merupakan suatu ciri bahwa
sekolah itu berhasil dalam mengemban dan menjalankan tugas dan
fungsinya. Sondng P. Siagian (dalam Syafaruddin, 2002 : 97)
mengemukakan bahwa : “Organisasi yang berhasil adalah organisasi
yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin
tinggi.” Oleh sebab itu, dikemukakan Sondang P. Siagian (2002 : 1)
bahwa :”Produktivitas suatu organiasasi harus selalu dapat
diupayakan untuk terus ditingkatkan, terlepas dari tujuannya,
misinya, jenisnya, strukturnya, dan ukurannya. Aksioma tersebut
berlaku bagi semua jenis organisasi.” Jadi, sesuai dengan pendapat
tersebut, tentunya termasuk di dalamnya organisasi pendidikan atau
Sekolah Luar Biasa harus melakukan berbagai upaya guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya, sehingga apa yang
diharapkan dapat dicapai
secara
optimal.
Untuk
melihat keberhasilan suatu sekolah tentu harus diukur dengan kriteria
sebagaimana dikemukakan Sergiovanni dan Carver (H.M. Daryanto, 2006 :
17) bahwa ada empat tujuan yaitu :
Efektivitas
produksi, efisiensi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptiveness),
dan kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai kriteria untuk
menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah. Efektivitas
produksi, yang berarti menghasilkan sejumlah lulusan yang sesuai
dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.
Menelaah
perkembangan yang terjadi di sekolah dan lulusan sekolah sebagai
refleksi dari kualitas layanan pendidikan dibandingkan dengan PP No.
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya
meliputi : (1) Sandar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi
Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar
Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar
Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan, ternyata masih
banyak kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Hal ini terlihat
dengan masih rendahnya mutu kompetensi lulusan, masih kurangnya
profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran, masih banyaknya
guru yang belum berkualifikasi akademik S1, masih rendahnya relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarkat, dan sebagainya. Dengan kata
lain, fenomena yang terlihat dalam lembaga pendidikan Sekolah Luar
Biasa saat ini mutu layanannya belum terlaksana secara optimal.
Kualitas layanan pendidikan tersebut dicerminkan dengan suatu
ukuran tingkat daya hasil suatu program yang menjadi tanggung jawab
sekolah.
Demikian
pentingnya masalah mutu layanan pendidikan sehingga
mempunyai
kaitan yang sangat erat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Greiner (2000) dan Riportela
Couste dan Torres (2001), (Tersedia :http/Google.pakguruonline )
sebagai berikut:
Perhatian
pada mutu layanan pendidikan yang menekankan pada kepuasan siswa
muncul dalam rangka menarik para calon siswa, melayani dan
mempertahankan mereka. Peningkatan mutu pendidikan termasuk di
dalamnya mutu layanan akademik dan mutu pengajaran merupakan
upaya-upaya yang harus dilakukan agar kepuasan pelanggan dapat
diberikan secara optimal. Namun pada beberapa masalah layanan
pendidikan pada sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia
menjadi kendala dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dalam
upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan di Sekolah Luar Biasa
tidak dapat terlepas dan harus didukung oleh berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) diantaranya pihak masyarakat.
Hal ini penting karena masyarakat memiliki peran yang sangat
diperlukan oleh sekolah. Mengenai hal ini diungkapkan dalam UU
Sisdiknas tahun 2003 (Hadiyanto, 2004 : 85) sebagai berikut
1)
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. 2) Komite
sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan.
Peranan-peranan
itulah yang diperlukan dari pihak masyarakat guna meningkatkan mutu
layanan penidikan di sekolah. Diperoleh beberapa keuntungan dengan
adanya partisipasi masyarakat. Dikemukakan oleh Aan Komariah dan Cepi
Tritna (2006 : 5) bahwa : “Keputusan tentang bagaimana
berlangsungnya sekolah yang didasarkan atas partisipasi diharapkan
akan dapat menumbuhkan rasa memiliki bagi semua kelompok kepentingan
sekolah.” Dengan adanya rasa memiliki maka akan tumbuh rasa
tanggung jawab terhadap pengembangan sekolah.
Dari
uraian-uraian tersebut di atas nampak bahwa unsur manusia dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan menempati posisi yang dominan.
Itulah sebabnya manajemen sumber daya manusia di sekolah sangat
penting adanya.
B.
Tujuan Sekolah Luar Biasa
1. SDLB dan
SMPLB bertujuan untuk :
”Meletakkan
dasar kecerdasan , pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.”
2.
SMALB bertujuan untuk :
”Meningkatkan
kecerdasan , pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.”
C.
Fungsi Sekolah Luar Biasa
Di
atas telah disinggung tentang adanya tiga bentuk
pendidikn yaitu
pendidikan
formal, informal, dan non formal. Pendidikan formal inilah yang
disebut sekolah, termasuk di dalamnya Sekolah Luar Biasa.
Sekolah merupakan
lembaga yang sangat strategis dan memiliki fungsi yang sangat penting
dalam mengembangkan pendidikan. Banyak pendapat yang mengemukakan
tentang fungsi sekolah diantaranya dikemukakn oleh H. Hadari
Nawawi
(1982 : 27) sebagai berikut :
Peranan
sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi
manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas
kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai
anggota masyarakat. ... Oleh karena itulah maka dapat dikatakan bahwa
fungsi sekolah adalah meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan
kebudayaan suatu masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk
kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri
sendiri di dalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya.
bahwa
:
Fungsi
sekolah adalah : 1. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan,
dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat
melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam
mencari pekerjaan. 2. Sekolah memberikan keterampilan dasar. 3.
Sekolah membuka kesempatan untuk memperbaiki nasib. 4. Sekolah
menyediakan tenaga pembangunan. 5. Sekolah membentuk manusia sosial.
Kedua pendapat di atas pada dasarnya sama dan saling melengkapi tentang fungsi sekolah dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut di atas maka Sekolah Luar Biasa sebagai lembaga pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Tempat
pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang memberikan
dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2. Memberikan
rehabilitasi bagi anak-anak yang memiliki hambatan baik fisik,
mental, emosi, maupun sosial.
3.
Mengembangkan life skill bagi anak-anak berkebutuhan khusus
sebagai bekal untuk dapat mandiri dalam kehidupannya bermasyarakat.
4. Membentuk
anak-anak yang berbudaya dan menjadi warganegara yang sadar akan hak
dan kewajibannya.
Demikin
pentingnya fungsi sekolah bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, yang pada akhirnya tertuju pada
kesejahteraan manusia. Oleh karena itulah, pengembangan Sekolah Luar
Biasa semestinya mendapat suatu perhatian yang semakin bermutu dengan
terobosan-terobosan upaya yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh
semua pihak. Melalui evaluasi yang dilakukan secara terus menerus
maka perbaikan-perbaikan dan peningkatan layanan pendidikan dapat
dilakukan secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ada. Maju
mundurnya pengembangan sekolah akan signifikan dengan upaya-upaya
perbaikan yang selalu dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil
evaluasi.
Sehubungan
dengan masih belum memuaskannya pengembangan sekolah sebagaimana yang
kita idam-idamkan bersama sesuai dengan fungsi sekolah dan memenuhi
kriteria minimal yang tertuang dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, maka pada makalah ini penulis
menyumbangkan pemikiran tentang pengelolaan ketenagaan yang ada di
sekolah dengan melaksanakan Manajemen Sumber Daya Manusia.
- MSDM untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah
Sebagai upaya untuk
mengembangkan SLB ke arah yang diharapkan maka diperlukan
pengelolaan yang efektif. Pengelolaan yang dimaksud adalah suatu
teknis atau langkah-langkah yang tepat untuk mengembangkan sekolah
agar menjadi lembaga pendidikan yang bermutu sesuai dengan yang
diharapkan. Sebagai stakeholders pendidikan anak berkebutuhan khusus
tidak ada alasan untuk mengabaikan masalah mutu dalam
menyelenggarakan pendidikannya, karena dalam UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 pada pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu”.
Sesuai dengan
permasalahan yang diajukan dalam makalah ini maka pembahasann
selanjutnya akan menyoroti masalah manejen sumber daya manusia di
sekolah. Dengan manajemen yang baik maka sumber
daya yang ada akan secara sinergi berdayaguna menuju keberhasilan
suatu sekolah mencapai tujuan pendidikan yang telah dituangkan dalam
kurikulum sekolah.
Dengan
kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer di sekolah semua sumber
daya yang ada semestinya dikelola dengan baik. Pembenahan
untuk menuju ke arah itu diantaranya dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
a.
Kepala sekolah diupayakan harus memiliki sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sebagai seorang manajer yang harus mengelola sekolah
sebagai suatu organisasi yang bermutu demi mencapai tujuan pendidikan
yang telah dituangkan dalam kurikulum sekolah. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengikuti prinsip life long education.
b. Personil sekolah
harus mengerti dan menguasai tugas dan fungsinya, yaitu melalui
pembinaan-pembinaan, diklat, seminar, diskusi, dan sejenisnya.
c.
Adanya pembagian tugas yang baik kepada semua personil sekolah.
Artinya pembagian tugas itu dilakukan secara tepat (the right man
on the rihgt place) serta tugas-tugas tersebut dilaksanakan
sebaik-baiknya dengan penuh tangung jawab.
d.
Dilaksanakannya fungsi-fungsi manajemen dengan baik mulai dari
planning, organizing, actuating, controling, dan evaluating.
Untuk membina
bidang ketenagaan secara khusus maka perlu dikelola dengan menerapkan
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Untuk lebih jelasnya tentang
MSDM kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan dibahas pada
uraian-uraian di bawah ini.
- Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM) adalah bagian dari ilmu manajemen yang secara
khusus mengelola tentang pengaturan peranan sumber daya manusia dalam
kegiatan organisasi, dalam hal ini sekolah. Hal ini berkaitan dengan
sumber daya manusia dalam proses pendidikan merupakan salah satu
bagian yang sangat penting, baik itu guru maupun tenaga
administratif. Oleh karena itu, sumber daya manusia dalam dunia
pendidikan di sekolah khususnya memerlukan pengelolaan dan
pengembangan yang baik sebagai upaya meningkatkan kinerjanya, agar
mereka dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sesuai
dengan yang diharapkan. Meningkatnya kinerja sumber daya manusia
akan berdampak positif pada kinerja suatu lembaga dalam menjalankan
peranannya. Meningkatnya kinerja sumber daya manusia bukanlah sesuatu
yang dapat terjadi dengan sendirinya, namun memerlukan pengelolaan
yang terencana, sistematis dan terarah agar proses pencapaian tujuan
organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti
bahwa MSDM merupakan hal yang sangat penting dalam upaya mengelola
sumber daya manusia guna membentuk tenaga-tenaga yang profesional
untuk kepentingan proses dan hasil pendidikan di sekolah.
Hal ini sejalan dengan pengertian MSDM yang dikemukakan oleh
Hasibuan dalam Ratama Arifin (Tersedia :
http//fhinzzoepoe.wordpress.com) sebagai berikut : ”Manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu
dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.” Dalam definisinya Hasibuan
menekankan bahwa MSDM merupakan ilmu dan seni untuk mengatur sumber
daya manusia secara efektif dan efisien dalam suatu organisasi guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sejalan
dengan definisi MSDM tersebut di atas dikemukakan oleh Nitisesmito
(Tersedia : http//www.propotenzia.com) sebagai berikut : “Manajemen
adalah suatu ilmu dan seni untuk mencapai tujuan melalui kegiatan
orang lain.” Dalam definisi tersebut mengandung pengertian bahwa
untuk mencapai tujuan organisasi, baru dapat terwujud apabila ada
kerjasama dari semua orang sebagai anggota organisasi. Namun demikian
untuk menciptakan kinerja yang baik dari semua personil maka harus
dilakukan suatu pengelolaan yakni melalui MSDM.
Newman
and Hodgetts (Tersedia : http//www.propotenzia.com) memberikan
definisi MSDM sebagai berikut : “Human Resources Management (HRM)
is the process by which organizations ensure the effective use of
their associates in the pursuit of both organizational and individual
goals.” Pengertian yang disampaikan Newman and Hodgetts maksudnya
bahwa MSDM merupakan suatu proses yang dilakukan suatu organisasi
untuk memastikan bahwa SDM yang ada berdayaguna secara efektif dalam
rangka mencapaim tujuan. Bila ditinjau dari fungsinya sutu proses
yang dilakukan dalam menjalankan MSDM maka harus dilakukan secara
terus menerus agar keberadaan SDM tetap terjaga dan bermutu. Mengenai
hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh A.F. Stoner
(Tersedia : http//www.propotenzia.com) sebagai berikut :” Manajemen
sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang
bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan
orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang
tepat pada saat organisasi memerlukannya.”
Definisi
MSDM lainnya dikemukakan oleh Dessler,
sebagai berikut : “Human resources management refers to the
policies and practices one need to carry out the people or human
resources aspects of a management job.” Maksudnya bahwa MSDM
mengarah pada kebijakan dan tindakan yang dibutuhkan seseorang
(manajer) untuk mengatur atau melaksanakan aspek sumber daya manusia
dalam suatu tugas manajemen. Jadi, MSDM merupakan manajemen yang
menitikberatkan perhatiannya kepada unsur manusia dengan segala
kegiatannya untuk mencapai tujuan. Sumber daya
manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting bagi
organisasi. Tanpa adanya sumber daya manusia yang bermutu,
faktor-faktor lain dalam suatu organisasi tidak dapat berjalan
optimal dalam mencapai tujuan.
Dalam
melakukan kegiatan MSDM tidak hanya bagaimana seseorang pimpinan
mengetahui potensi pegawainya, namun lebih pada bagaimana seorang
pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam mengaplikasikan
para sumber daya pegawai yang ada sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Yakni menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan,
pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Desain yang telah dibuat
tersebut diharapkan mampu mengkoordinir keinginan-keinginan para
pegawai serta koordinasi antara pegawai dan pimpinan serta antar
pegawai. Melalui skema desain yang tepat diharapkan mampu
meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien sehingga
mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuai
dengan beberapa definisi MSDM yang dikemukan para ahli tersebut di
atas MSDM dapat diartikan sebagai suatu ilmu dan seni yang diperlukan
oleh seorang pimpinan dalam proses pengelolaan SDM yang efektif dan
dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi.
Dengan kata lain MSDM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas SDM
dalam suatu organisasi.
2.
Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu
merupakan konteks yang dinamis, wujudnya dapat berupa kepuasan.
Kepuasan ini dapat dilihat dari dua sisi, pertama dari sisi produsen
dan yang kedua dari sisi pengguna. Mutu bersifat dinamis karena
ukuran kepuasan akan selalu berubah dengan cepat sejalan dengan
perubahan waktu dan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
Itulah sebabnya, konsep mutu harus dikaitkan dengan upaya perbaikan
secara terus-menerus dan berkelanjutan (continuous quality
improvement). Dari sisi produsen mutu dapat digambarkan sebagai
sesuatu hasil yang telah sesuai atau melebihi dari apa yang ada dalam
perencanaan program. Program perencanaan dimaksud meliputi input,
proses, dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau output.
Namun mutu atau kepuasan dari sisi produsen belum tentu sama dengan
mutu atau kepuasan menurut pelanggan. Dikatakan bermutu menurut
pelanggan apabila program-program, kegiatan, dan hasil yang dicapai
telah sesuai atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan itu
sendiri.
Menyiasati
agar ada relevansi antara mutu yang dimaksud oleh pelanggan,
dalam
hal ini sekolah, maka harus ada kerja sama antara sekolah dengan
pihak pengguna pendidikan dalam penentuan dan pembuatan
program-program kegaitan yang akan dilaksanakan di sekolah.
Pengukuran
mutu dari sisi produsen (sekolah) disebut quality in fact
sedangkan pengukuran mutu dari sisi pelanggan disebut sebagai quality
in perception. Adapun standar yang dipakai pengukuran
quality in fact adalah standar proses dan pelayanan, yakni
yang sesuai dengan spesifikasi dalam perencanaan, cocok dengan tujuan
dan dilaksanakan dengan tanpa kesalahan (zero defect) atau
mengerjakan sesuatu yang benar sejak pertama dan seterusnya (right
first time and every time). Standar yang digunakan untuk
pengukuran quality in perception adalah standar pelanggan,
yakni kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan permintaan dan
harapan pelanggan (Hari Suderadjat, 2005 : 2).
Mutu
merupakan suatu keadaan yang esensi dalam segala hal, termasuk dalam
dunia pendidikan. Karena pendidikan di sekolah yang tidak bermutu
lambat laun akan mati ditinggalkan pelanggannya dan kalah bersaing
oleh penyelenggara pendidikan yang bermutu. Mengingat esensinya
masalah mutu, ditegaskan oleh Syafaruddin (2005 : 34) bahwa : “Konsep
sekolah bermutu (unggul) perlu ada dalam konsep setiap kepala
sekolah.”
Memandang
mutu pendidikan tidak bisa serta merta hanya dilihat dari sisi mutu
lulusannya saja, karena yang paling penting justru harus
mempertanyakan bagaimana caranya meningkatkan mutu lulusan tersebut ?
Jelasnya, hal-hal yang dapat dan berpengaruh terhadap mutu lulusan
adalah suatu proses dan fasilitas-fasilitas pendukungnya dalam upaya
mencapai tujuan yang diharapkan. Proses yang dimaksud tiada lain
berupa layanan yang diberikan kepada pelanggan pendidikan, baik
kepada siswa sebagai pelanggan utama yang menerima layanan pendidikan
dan pembelajaran, maupun orang tua dan masyarakat sebagai pengguna
hasil pendidikan. Dalam upaya mencapai lulusan yang bermutu tentu
harus melalui tahap proses yang bermutu, yakni memberikan layanan
pendidikan dengan mengerahkan segala sumber daya sebagai
pendukungnya, baik sumber daya material maupun nonmaterial. Sejalan
dengan itu, Syafaruddin (2002 : 37) menjelaskan sebagai berikut :
Tuntutan
terhadap pelayanan terbaik juga menjadi perhatian manajemen mutu
terpadu, tak terkecuali dalam pendidikan. Sekolah-sekolah pada dewasa
ini tidak hanya cukup menawarkan program studi dengan kurikulum
tertentu, orang tua dan pelajar menjadi puas. Akan tetapi, sekolah
juga harus menyediakan alat-alat belajar dan mengajar yang relevan
dengan perkembangan zaman untuk mendukung kemajuan proses
pembelajaran dan pengajaran. Gedung sekolah yang bagus diisi dengan
sarana dan fasilitas belajar yang baik dan fungsional, tempat bermain
pelajar, serta pelayanan yang prima terhadap pelajar, guru, orang
tua, dan masyarakat. Situasi dan kondisi sekolah yang kondusif akan
memberikan kontribusi positif bagi mutu proses dan mutu produk
(lulusan) sekolah.
Sesuai
dengan gambaran tersebut di atas dapat dikatakan bahwa layanan
pendidikan mencakup dimensi proses dan dimensi sarana prasarana.
Proses berupa pelaksanaan pembelajaran, metode, komunikasi, motivasi,
dan sebagainya. Sarana prasarana berupa alat-alat pembelajaran,
gedung, dan lingkunang sekolah yang kondusif.
Bermutu
atau tidaknya proses dan sarana prasarana pendidikan sebagai
indikator dalam layanan pendidikan dapat dibandingkan dengan standar
yang tertuang dalam PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yang di dalamnya mencakup standar isi, standar proses,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pembiayaan, dan standar pengelolaan. Apabila
sarana prasarana, dan proses yang dilakukan telah sesuai denga
rencana dan harapan pelanggan, maka layanan pendidikan dapat
memuaskan produsen maupun pelanggan. Dengan kata lain, layanan
pendidikan yang bermutu adalah layanan pendidikan yang sesuai dengan
rencana dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan.
Digulirkannya
paradigma baru pendidikan yang menganut sistem desentralisasi
pendidikan, sesuai dengan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai daerah Otonom, bertitik
tolak pada peningkatan mutu pendidikan. Dengan sistem desentralisasi
pendidikan sekolah diberi keleluasaan untuk memperoleh pendidikan
yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan kondisi
lingkungan serta kemampuan masing-masing. Sehingga hasil dari
pendidikan akan betul-betul dirasakan manfaatnya karena mulai dari
proses perencanaan sudah mempertimbangkan segi relevansinya dengan
kebutuhan yang ada. Dengan cara ini akan memberikan kepuasan kepada
semua pihak. Seperti telah disinggung dalam pembahasan terdahulu
bahwa kepuasan merupakan ciri dari pendidikan yang bermutu. Namun
perlu disadari, dengan sistem desentralisasi pendidikan bukan berarti
bebas dari permasalahan, karena dengan kondisi dan kemampuan
tiap-tiap daerah yang berbeda-beda tentu kemampuan dalam mengelola
pendidikannya pun akan berbeda-beda pula. Mengenai hal ini
dikemukakan oleh Fiska, Nurhadi, dan Satori (E. Mulyasa, 2006 : 17)
sebagai berikut :
Sedikitnya
terdapat enam permasalahan yang harus diantisipasi pada paradigma
baru manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah, yakni
kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan,
perluasan dan pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas.
Permasalahan-permasalahan
yang dapat muncul dari konteks mutu layanan pendidikan dikaitkan
dengan desentralisasi pendidikan mencakup berbagai aspek yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Yakni masalah kurikulum,
tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana dan prasarana, pembiayaan,
proses pembelajaran, dan penilaian. Dilihat dari kacamata nasional,
regional, apalagi global sebagai efek sampingnya dikhawatirkan bahwa
mutu pendidikan yang bersifat kedaerahan ini kurang kompetitif secara
global. Permasalahan-permasalahan tersebut sejalan dengan
permasalahan yang dikemukakanoleh E. Mulyasa (2006 : 18) sebagai
berikut :
Masalahnya adalah bagaimana menjamin divaritas yang disebabkan oleh
adanya konteks lokalitas yang cenderung memunculkan kriteria lokal.
Lebih lanjut perlu dipikirkan pengembangan standar kinerja pendidikan
yang memenuhi tuntutan keunggulan kompetitif dan komparatif dalam
konteks nasional bahkan internasional.
Guna
menghadapi dan mengantisipasi permasalahan-permasalahan seperti di
atas, maka pemerintah mengeluarkan Standar Nasional Pendidikan.
“Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia” (UU Sisdiknas 2003, pasal 1 butir 17). Dengan berpedoman
dan mengacu pada SNP maka pengelolaan pendidikan yang kewenangannya
diberikan kepada tiap daerah dan tiap satuan pendidikan, tatapi tetap
akan ada dalam koridor nasional, sehingga mutu pendidikan secara
nasional akan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Satu
hal yang sangat mendasar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
adalah
peningkatan mutu layanan pendidikan. Samtono (03-08-2006 : Tersedia :
http//sma1-sltg.sch.id/modules.php?name=News&new_topic=2)
menjelaskan bahwa : “Untuk mendapatkan standar mutu merupakan suatu
keharusan menggunakan konsep manajemen yang menggunakan pendekatan
mutu, yang kemudian kita kenal dengan istilah ’manajemen mutu’.”
Ada lima dimensi yang diarahkan untuk mutu layanan pendidikan
sebagaimana dikemukakan oleh Zeitham, Parasuraman, dan Berry dalam
Media Informasi Pendidikan (3 Mei 2007 : Tersedia :
http//Google.pakguruonline) sebagai berikut :
1.
Tangibles, yaitu berkaitan dengan penampilan fisik lembaga,
peralatan, pegawai dan sarana komunikasi.
2.
Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan
sebagaimana yang
dijanjikan,
terpercaya, akurat, dan konsisten.
3.
Responsiveness, yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan layanan dengan cepat.
4.
Assurance (kombinasi dari courtery competence,,
credibility, scurity), yaitu kemampuan staf lembaga untuk
memberikan kepercayaan kepada pelanggan
melalui
rasa hormat dan pengetahuan yang mereka miliki.
5.
Empathy (kombinasi dari acess, communication,
understanding the customer), yaitu perhatian staf lembaga yang
diberikan kepada pelanggan secara individu.
Indikator
untuk mengukur dimensi-dimensi mutu layanan pendidikan sebagaimana
tersebut di atas dapat mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Selain itu, juga harus memperhatikan kriteria-kriteria pendidikan
yang baik, seperti dikemukakan dalam Renstra Depdiknas 2005-2009
(2005 : 84) sebagai
berikut
:
Program
dan latihan kegiatan pendidikan yang baik memiliki lima kriteria yang
bisa disingkat dengan SMART (specific, measurable,
achievebel, realistic, timebound). Kriteria tersebut dapat
digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan indikator kinerja
pendidikan yang terukur dan yang dapat dicapai sebagai target/sasaran
masing-masing program.
Sekolah
sebagai suatu organisasi yang memberikan jasa layanan pendidikan,
mempunyai tujuan yang diharapkan tercapai secara optimal. Itulah
sebabnya, dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu
elemen-elemen yang ada di dalamnya. Secara umum unsur-unsur yang ada
dalam organisasi sekolah ini terdiri dari tiga dimensi yaitu masukan
(input), proses, dan keluaran (output).
1.
Input, meliputi peserta didik, kurikulum, dana, data dan
informasi, pendidik dan
tenaga
kependidikan, motivasi belajar, kebijakan-kebijakan dan
perundang-undangan, sararan dan prasarana, serta lingkungan.
2.
Proses, meliputi lama waktu belajar dan mengikuti pendidikan,
kesempatan mengikuti pembelajaran, efektivitas pembelajaran, mutu
proses pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran.
3.
Output, meliputi jumlah siswa yang lulus atau naik kelas,
nilai ujian, jumlah siswa yang bekerja dan diteriama pada lapangan
kerja, peran serta lulusan dalam pembangunan dan kehidupan
bermasyarakat.
Dari
unsur-unsur tersebut di atas yang berkenaan dengan mutu layanan
pendidikan adalah unsur masukan (input) dan unsur proses.
Sedangkan mutu lulusan merupakan hasil dari layanan pendidikan yang
bermutu, perwujudannya dari unsur proses yang bermutu dengan didukung
input yang bermutu. Dengan kata lain, mutu layanan pendidikan
diperoleh dari hasil pengelolaan input dan
proses
pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu.
Dalam
implementasi pelaksanaan manajemen mutu, yakni untuk meningkatkan
mutu pendidikan dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu total
(TQM) yang dikemukakan oleh Henster dan Brunel (Samtono, 3-8-2006 :
Tersedia : http//sma1-sltg.sch.id) sebagai berikut :
1.
Kepuasan pelanggan.
Dalam
manajemen mutu total diperlukan konsep tentang mutu dan pelanggan.
Mutu tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi
tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan
itu meliputi pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya
harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala
aktivitas harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan.
2.
Respek terhadap setiap orang.
Di
sekolah setiap personel sekolah dipandang sebagai individu
yang
memiliki
talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian warga
sekolah merupakan sumber daya sekolah yang paling berharga. Oleh
karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik
dan diberi kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan
keputusan.
3.
Manajemen berdasarkan fakta.
Sekolah
bermutu berorientasi pada fakta, yakni setiap keputusan yang diambil
selalu berdasarkan pada data-data dan bukan berdasarkan pada
perasaan. Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini, pertama
prioritisasi yaitu suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan
pada semua aspek pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu,
berdasarkan data sekolah dapat memfokuskan usahanya pada situasi atau
kegiatan tertentu yang dianggap paling penting. Konsep kedua, variasi
atau vitabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan
gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari
setiap sistem organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi
hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4.
Perbaikan berkesinambungan.
Untuk
mencapai kesuksesan setiap sekolah harus melakukan proses secara
sistematis
dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang
berlaku
di sini adalah siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri
dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan
hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang
diperoleh.
- Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebagaimana
telah disinggung pada uraian-uraian terdahulu bahwa pengelolaan SDM
penting untuk dilakukan pada suatu organisasi termasuk di sekolah.
Hal ini mengingat urgensinya yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan. Tanpa adanya pengelolaan SDM mustahil
akan terbentuk suatu kinerja yang baik dari para personil, dan
sesuatu hal yang mustahil akan dapat mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Jadi, adanya MSDM di sekolah bukanlah sesuatu hal yang
dilakukan tanpa sebab dan tanpa tujuan. Berkenaan dengan masalah
tujuan pengelolaan SDM, Hasibuan (2003 : 70) (26 Maret 2011 :Tersedia
: http//slurppsss.wordpress.com) mengemukakan bahwa tujuan dari
pengembangan SDM diantaranya meliputi :
(a)
Meningkatkan produktivitas kerja. (b) Meningkatkan efisiensi. (c)
Mengurangi kerusakan. (d) Mengurangi tingkat kecelakaan karyawan. (e)
Meningkatkan pelayanan yang lebih baik. (f) Moral karyawan lebih
baik. (g) Kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin
besar. (h) Technical skill, human skill, dan managerial skill semakin
baik. (i) Kepemimpinan seorang manajer akan semakin baik. (j) Balas
jasa meningkat karena prestasi kerja semakin besar. (k) Akan
memberikan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat konsumen karena
mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
Sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan Hasibuan tersebut di atas, juga
dikemukakan oleh Meokijat (1993 : 3) (26 Maret 2011 :Tersedia :
http//slurppsss.wordpress.com) bahwa tujuan pengelolaan SDM meliputi
tujuan umum dan khusus yang antara lain sebagai berikut :
Tujuan
umum pengembangan sumber daya manusia antara lain:
(a)
Untuk mengembangkan keahlian atau keterampilan, sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih efektif. (b) Untuk
mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
secara rasional. (c) Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan
kerja sama dengan teman-teman seprofesi dan dengan pihak manajemen
(pimpinan)
Tujuan
pengembangan pegawai khususnya tenaga non akademik sebenarnya sama
dengan tujuan latihan pegawai di mana kegiatan pengembangan ini
ditujukan untuk memperbaiki efektivitas kerja dengan cara memperbaiki
pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai itu sendiri terhadap
tugas-tugasnya.
Merujuk
kepada pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan MSDM adalah
untuk membentuk kompetensi personil agar memiliki sikap, pengetahuan,
dan keterampilan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh
lembaga, baik untuk kepentingan lembaga maupun kepentingan personil.
4.
Strategi Pengemabangan SDM
Untuk
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan di sekolah, unsur manusia
merupakan unsur penting, karena kelancaran pelaksanaan
program-program sekolah sangat ditentukan oleh orang-orang yang
melaksanakannya. Dengan demikian, hal tersebut harus betul-betul
disadari oleh kepala sekolah, sehingga dengan segala kemampuannya
kepala sekolah akan terus berupaya mengelola personalia yang ada di
sekolah. Kepala sekolah harus memegang prinsip seperti yang
dikemukakan oleh H.M. Daryanto (2006 : 29) bahwa :
Bagaimanapun
lengkap dan modernnya fasilitas yang berupa gedung, perlengkapan,
alat kerja, metode-metode kerja, dan dukungan masyarakat akan tetapi
apabila manusia-manusia yang bertugas menjalankan program sekolah itu
kurang berpartisipasi, maka akan sulit untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dikemukakan.
Personalia
atau tenaga kependidikan yang dimaksud di sini adalah semua orang
yang tergabung untuk bekerja sama pada suatu sekolah untuk
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Personalia atau tenaga kependidikan di sekolah meliputi kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, guru, pegawai tata usah, dan pesuruh.
Agar kegiatan-kegiatan di sekolah berlangsung secara harmonis maka
semua personel yang ada itu harus mempunyai kemampuan dan kemauan,
serta bekerja secara sinergi dengan melaksanakan tugasnya
masing-masing dengan sungguh-sungguh dengan penuh dedikasi. Untuk
dapat terlaksananya kegiatan-kegiatan seperti itu diperlukan suatu
pengelolaan dari kepala sekolah sebagai manajer pada satuan
pendidikan. Itulah sebabnya, kepala sekolah harus memiliki kompetensi
tentang pendayagunaan sumber daya manusaia secara optimal untuk
mengelola tenaga kependidikan di sekolah. Dengan jelas mengenai hal
ini dikemukakan oleh Hari Suderadjat (2005 : 18) sebagai berikut :
Kepala
sekolah merupakan penanggung jawab pertama dan utama dalam
peningkatan mutu pendidikan di sekolah bersama dengan guru-guru
sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran siswa. Kepemimpinan
pendidikan kepala sekolah merupakan tumpuan keberhasilan manajemen
sekolah
Sejalan
dengan pendapat di atas dikemukakan oleh E. Mulyasa (2006 : 151)
bahwa “Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang
tersedia di sekolah.”
Adapun
hal-hal yang dikelola dalam MSDM tiada lain mengatur dan menetapkan
program-program yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut :
- Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan personil sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan job description, job specification, job requirement, dan job evaluation.
- Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan personil berdasarkan asas the right man in the right place dan the right man in the right job.
- Menetapkan kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian.
- Meramalkan kebutuhan SDM di masa yang akan datang.
- Memonitor regulasi dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
(1
Maret 2011 : Tersedia : http//www.propotenzia.com)
Mencermati
pendapat para ahli tersebut di atas maka kepala sekolah semestinya
menguasai bidang manajemen tenaga kependidikan. Manajemen tenaga
kependidikan ini bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan
secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam
rangka melaksanakan manajemen tenaga kependidikan di sekolah, E.
Mulyasa (2006 : 152) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
Pelaksanaan
manajemen tenaga kependidikan di Indonesia sedikitnya mencakup tujuh
kegiatan utama, yaitu perencanaan tenaga kependidikan, pengadaan
tenaga kependidikan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan,
promosi dan mutasi, pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi,
dan penilaian tenaga kependidikan.
Lebih
jelasnya, unsur-unsur manajemen tenaga kependidikan tersebut di atas
oleh E. Mulyasa (2006 : 153-158) diuraikan sebagai berikut :
1)
Perencanaan
Perencanaan
tenaga kependidikan dilakukan untuk menentukan kebutuhan
tenaga
kependidikan, baik dari segi jumlah maupun mutunya sesuai dengan
bidang kerja yang ada.
2)
Pengadaan
Pengadaan
tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan tenaga. Kegiatannya melalui rekrutmen dan seleksi.
Rekrutmen dimaksudkan untuk mencari calon sebanyak-banyaknya yang
memenuhi persyaratan, dan selanjutnya dilakukan pemilihan melalui
seleksi.
3)
Pembinaan dan pengembangan
Pembinaan
dan pengembangan tenaga kependidikan dilakukan untuk memperbaiki,
menjaga, dan meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Kegiatan
ini
dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in
service training.
4)
Promosi dan mutasi
Promosi
dilakukan dalam rangka menentukan calon tenaga kependidikan menjadi
anggota organisasi yang sah, yaitu melalui pengangkatan. Dengan
promosi ini personel akan menjadi anggota yang sah disertai dengan
hak dan kewajibannya sebagai tenaga kependidikan. Sedangkan mutasi
dilakukan dengan tujuan agar personel yang bersangkutan memperoleh
kepuasan kerja, memberikan prestasi kerja, menghilangkan kejenuhan
yakni melalui pemindahan fungsi, dan tanggung jawab pada situasi yang
baru.
5)
Pemberhentian
Pemberhentian
personel dapat terjadi atas permintaan sendiri, pemberhentian oleh
dinas, dan pemberhentian karena sebab lain.
6)
Kompensasi
Kompensasi
yaitu balas jasa yang diberikan kepada personel. Kompensasi yang
diberikan harus seimbang dengan beban dan prestasi kerja personel
yang bersangkutan. Bentuk kompensasi ini dapat berupa gaji, tujangan,
fasilitas perumahan, kendaraan, dan sebagainya.
Dengan adanya kompensasi yang adil dan layak hal ini akan dapat
mendorong semangat kerja dan dedikasi para personil sekolah.
7)
Penilaian
Penilaian
biasanya difokuskan pada prestasi individu dan peran sertanya dalam
kegiatan sekolah. Penilai personel penting dilakukan dalam rangka
pengambilan keputusan berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan
program sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan,
promosi, sistem imbalan, dan aspek lain dari keseluruhan proses
pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Hasil-hasil dari
penilaian dimanfaatkan sebagai sumber data untuk perencanaan tenaga
kependidikan, nasihat yang perlu disampaikan kepada personel, alat
untuk umpan balik, salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang
diharapkan, dan bahan informasi dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan tenaga kependidikan.
Proses
dan kedudukan MSDM di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :
Gambar
1 :
Kedudukan
dan Proses MSDM dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
SEKOLAH
LUAR BIASA
SEKOLAH
LUAR BIASA
INPUT
PROSES
OUTCOME
SDM
MUTU
LULUSAN
MSDM
EVALUASI
PEMBERHENTIAN
PERENCANAAN
SDM
INPUT
PROSES
OUTCOME
SDM
MUTU
LULUSAN
MSDM
EVALUASI
PERENCANAAN
SDM
PEMBERHENTIAN
Guna
memperoleh efektivitas dan efisiensi dalam pemberdayaan tenaga
kependidikan tentu harus dilakukan secara profesional oleh kepala
sekolah. Dalam melakukan upaya-upaya pemberdayaan tenaga kependidikan
harus memperhatikan faktor-faktor yang sekiranya akan dapat
meningkatkan kinerja para personel. Dengan kata lain bahwa hal-hal
yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan tenaga kependidikan
adalah segala unsur yang turut berpengaruh terhadap produktivitas
kerja personel tenaga kependidikan. Hal-hal yang dapat berpengaruh
terhadap produktivitas kerja dan harus diupayakan
pengembangannya
antara lain sebagai berikut :
- Sikap mental tenaga kependidikan. Untuk memperoleh sikap mental yang
diharapkan
harus diupayakan melalui pemberian motivasi, pembinaan disiplin, dan
penanaman etika kerja.
- Tingkat pendidikan. Dengan pengembangan pendidikan para personel diharapkan akan memperluas wawasan, pengetahuan, dan keterampilan, serta sikap profesionalisme.
- Penghargaan (reward). Dengan pemberian penghargaan personel dirangsang untuk meningkatkan kinerjanya secara positif. Pemberian penghargaan seperti ini harus dilakukan secara terbuka dan dikaitkan dengan prestasi kerja, yakni
agar terhindar
dari efek negatif.
- Hubungan antar personel. Terciptanya hubungan yang harmonis antar pimpinan dan bawahan, antara bawahan dengan rekan-rekan sejawatnya akan dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif. Untuk semua itu, maka kepala sekolah harus dapat membangun hubungan yang terjadi antara semua tenaga kepandidikan yang ada berjalan dengan harmonis. Hal itu dapat diupayakan dengan jalan memberikan bimbingan, keteladanan, dan keterbukaan dalam berbagai program kegiatan sekolah.
- Kesempatan berprestasi. Dengan memberikan kesempatan berprestasi kepada seluruh tenaga kependidikan akan menumbuhkan semangat untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya dan pada saatnya akan dapat meningkatkan dedikasinya dalam bekerja.
- Lingkungan dan suasana kerja. Lingkungan dan suasana kerja yang
menyenangkan
akan membuat para pekerja merasa senang, dan nyaman dalam bekerja
sehingga akan membuahkan kinerja yang efektif, dan
efisien.
- Jaminan sosial dan kesehatan. Jaminan sosial dan kesehatan yang mencukupi akan menumbuhkan percaya diri, dan semangat kerja yang tinggi sehingga akan menumbuhkan pengabdian yang tinggi pula. Dengan senang hati para personel akan mengerahkan segalanya tenaga, pikiran, dan waktunya untuk kepentingan lembaga.
- Peranan MSDM dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
Upaya
perbaikan di bidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk
dilaksanakan secara terus menerus agar tidak tertinggal oleh kemajuan
ilmu dan teknologi yang berkembang begitu cepat. Sumber Daya Manusia
(SDM) yang ada di sekolah merupakan factor sentral dalam dunia
pendidikan. Hal ini mengingat peranannya yang sangat penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan, karena sekolah dapat maju dan
berkembang apabila dukungan SDM-nya baik. Oleh karena itulah, stiap
sekolah yang ingin maju mutlak harus memperhatikan faktor SDM, serta
mengelolanya secara optimal. Dengan kata lain dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikian, maka MSDM sangat penting dilakukan di
sekolah. MSDM ini merupakan teknik atau prosedur yang berkaitan
dengan pengelolaan SDM secara sistematis dan terarah dalam suatu
lembaga, termasuk di sekolah.
Pendayagunaan
SDM di sekolah yang dilakukan secara efektif dan efisien akan
mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang
diharapkan. Jadi, faktor manusia merupakan faktor yang setrategis
dalam semua kegiatan di sekolah. Dengan usaha dan kreativitas SDM
yang baik, sekolah akan mencapai hasil yang baik pula. Keadaan ini
mengandung pengertian bahwa SDM merupakan faktor penting untuk
mencapai suatu keberhasilan. Dalam hal ini mencapai tujuan pendidikan
dengan mutu yang baik.
Prinsip
dasar yang harus dipegang berkenaan dengan MSDM diantaranya sebagai
berikut :
- SDM merupakan bagian yang paling penting dalam upaya mengembangkan pendidikan di sekolah.
- SDM akan berdaya guna secara optimal apabila dikelola secara profesional.
- Pelaksanaan manajerial di sekolah akan sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan di sekolah.
- MSDM pada intinya adalah kegiatan mengelola semua personil yang ada di sekolah agar dapat bekerjasama secara sinergi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berkenaan
dengan pentingnya MSDM daloam rangka meningkatkan mutu pendidikan
dikemukakan oleh Uhar Suharsaputra (Tersedia :
http//uharsputra.wordpress.com) sebagai berikut :
Manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada
kinerja organisasi, ketepatan pemanfaatan dan mengembangkan Sumber
Daya Manusia serta mengintegrasikannya dalam satu kesatuan gerak dan
arah organisasi akan menjadi hal penting bagi peningkatan kapabilitas
organisasi dalam mencapai tujuannya.
Pandangan
tersebut sangat logis karena dalam proses MSDM tercakup
program-program yang relevan dengan masalah mutu pendidikan. Menurut
Lunenburg dan Ornstein (Tersedia : http//uharsputra.wordpress.com)
terdapat enam program dalam proses MSDM yaitu : “1) Human
resource planning, 2) Recrutment, 3) Selection, 4) Professional
development, 5) Performance appraisal,
6)
Compensation.” Human resource planning merupakan
perencanaan SDM yang sesuai dengan kebutuhan. Recrutment yaitu
pemenuhan tenaga melalui pencarian personil yang sesuai dengan
rencana dan selanjutnya dilakukan seleksi. Selection dilakukan
untuk memperoleh tenaga yang kompeten sesuai dengan
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Profesional
development adalah upaya pengembangan profesional untuk
memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil agar lebih baik.
Performance appraisal adalah penilaian kinerja untuk
mengetahui kondisi kinerja personil yang selanjutnya diperlukan juga
untuk menentukan kebijakan kompensasi (compensation) dan
pengembangan karir personil. Semua tahapan yang ada dalam proses
tersebut semuanya harus dilaksanakan dengan berdasarkan kepada
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan kebutuhan
lembaga.
Ditegaskan
oleh Uhar Suharsaputra (Tersedia : http// uharsputra.wordpress.com)
bahwa :
Salah
satu faktor yang amat menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas
SDM melalui pendidikan adalah tenaga pendidik (guru/dosen), melalui
mereka pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti
bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran akan
terletak pada bagaimana pendidik melaksanakan tugasnya secara
profesional serta dilandasi oleh nilai-nilai dasar kehidupan yang
tidak sekedar nilai materil namun juga nilai-nilai transenden yang
dapat mengilhami pada proses pendidikan ke arah suatu kondisi ideal
dan bermakna bagi kebahagiaan hidup peserta didik, pendidik serta
masyarakat secara keseluruhan.
Dari
uraian di atas tampak jelas bahwa unsur SDM sangat berperan dalam
pengembangan pendidikan yang bermutu, sehingga jelas untuk mencapai
sasaran tersebut diperlukan SDM yang profesional. Tanpa diupayakan
melalui pengelolaan yang baik sudah barang tentu tidak akan tercipta
SDM yang bermutu. Oleh krena itulah, untuk memperoleh SDM yang
bermutu maka SDM yang ada di sekolah harus selalu diupayakan agar
dapat meningkatkan profesionalisme kinerjaanya.
Sesuai
dengan uraian-uraian di atas dapat dikatakan bahwa peranan MSDM dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikana antara lain sebagai berikut :
- Berperan dalam meningkatkan kompetensi personil sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan profesi.
- Berperan dalam upaya pembinaan dan pengembangan personil, yakni melalui pendidikan dan pelatihan, maupun secara mandiri.
- Berperan dalam mempertahankan kontribusi personil dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
- Berperan dalam melindungi hak-hak personil, baik berupa gaji, perlindungan kesehatan, dan kesejahteraan lainya.
E.
Peranan Kepala Sekolah dalam MSDM
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah
adalah
kompetensi manajerial, karena salah satu peranan kepala sekolah
adalah
sebagai
manajer. Hadiyanto (2004:55) menjelaskan bahwa :
Kepala
sekolah adalah manajer pendidikan tingkat sekolah dan ujung tombak
utama dalam mengelola pendidikan di level sekolah. Kepala sekolah
memegang peran paling penting (privotal role) untuk
keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah, dan oleh karena
itu kepala sekolah harus mempunyai kemampuan manajerial yang
profesional dalam mengelola sekolahnya.
Kepala
sekolah sebagai manajer mempunyai peran yang sangat penting dalam
pengembangan pendidikan di sekolah. Hal ini dapat dipahami karena ”
Salah satu faktor yang membuat organisasi itu dapat berkembang adalah
kompetensi manajernya.” (Made Pidarta, 2004:234). Jadi, maju
mundurnya pendidikan di sekolah sangat besar dipengaruhi oleh faktor
kompetensi manajernya, dalam hal ini kepala sekolah. Ditegaskan oleh
Made Pidarta bahwa : ”Manajer yang mempunyai kompetensi yang
memadai cendrung mampu meningkatkan orgnisasi, sebaliknya manajer
yang kurang memiliki kompetensi cendrung membuat organisasi itu
mandeg atau mundur.” Dengan demikian, seorang kepala sekolah harus
dapat menerapkan konsep–konsep manajemen dalam mengelola pendidikan
di sekolahnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perlu
disadari bahwa setiap proses yang dilakukan di sekolah dengan segala
sumber daya pendukungnya semua itu diarahkan guna mencapai tujuan.
Oleh karena itu, agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien
harus dilakukan manajemen yang baik. Mengenai manajemen dijelaskan
oleh John M. Pfifner (Hadriyanus Suharyanto dan Agus Heruanto
Hadna, 2005 :12) sebagai berikut : ”Management is concerned
with the direction of this individuals and functions to
achieve ends previously determined.” Yakni bahwa manajemen
berkaitan dengan mengarahkan orang–orang dan
tugasnya dalam rangka mencapai tujuan.
Tanpa
kemampuan manajerial, seorang kepala sekolah akan sulit melaksanakan
tugasnya mengarahkan, membina, dan memberdayakan sumber daya yang ada
guna meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya. Padahal untuk
menyiasati dan mencari solusi–solusi dalam mengatasi masalah
pendidikan seperti masalah rendahnya mutu pendidikan merupakan tugas
seorang kepala sekolah sebagai manajer. Dan bukan suatu hal yang
tidak mungkin masalah rendahnya mutu pendidikan bisa jadi disebabkan
oleh manajemen yang salah. Sesuai dengan permasalahan di atas Edward
Sallis menjelaskan sebagai berikut : ”Sebagian besar masalah
sedemikian disebabkan oleh manajemen yang lemah atau tidak mencukupi.
Mengetahui sebab kegagalan mutu dan memperbaikinya adalah tugas kunci
seorang manajer.” (Edward Sallis, alih bahasa Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi, 2006:106). Oleh karena itu, dalam upaya mengatasi
masalah-masalah tersebut di atas maka kepala sekolah harus memiliki
kemampuan manajerial. Dengan kemampuan
manajerial itulah kepala sekolah
akan dapat menata dan mengelola pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya, sehingga harapan pendidikan
bermutu dapat terwujud.
Kompetensi
yang harus
dimiliki oleh
kepala sekolah
berkaitan dengan
kemampuan
manajerial diantaranya sebagai berikut :
a.
Menyusun perencanaan sekolah
Perencanaan
merupakan suatu hal yang penting dalam setiap kegiatan, terlebih
dalam kegiatan pendidikan di sekolah, karena penyelenggaraan
pendidikan di sekolah merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang,
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Penyelenggaraan pendidikan yang tidak direncanakan
secara matang jangan diharap akan mencapai tujuan secara optimal.
Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai manajer di sekolah harus
mempunyai kemampuan membuat perencanaan sekolah sesuai dengan visi
dan misi sekolahnya. Sehingga segala tindakan, dan keputusan yang
diambil oleh sekolah didasarkan pada perencanaan yang telah dibuat.
Dengan perencanaan yang matang akan dapat menentukan tujuan,
prosedur, strategi, metode, indikator keberhasilan dan evaluasi
sehingga perencanaan ini akan menjadi pedoman dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pengertian perencanaan menurut
Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun ( 2006
:3-4 ) adalah sebagai berikut :
Pada
hakekatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan
menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa,
keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan
(intensifikasi, ekstensifikasi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi,
dan sebagainya).
Ahli
lain yaitu Anen mendefinisikan perencanaan dengan mengatakan bahwa :
“Planning is future thinking; planning is controlling the
future; planning is decision making; planning is integrated
decision making.” (Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin
Makmun (2006 : 5).
Dari
pengertian-pengertian perencanaan di atas dapat diuraikan bahwa
fungsi dan tujuan perencanaan pendidikan di sekolah adalah sebagai
berikut :
- Perencanaan merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
- Perencanaan berfungsi untuk mengendalikan kegiatan.
- Perencanaan berfungsi untuk efisiensi menghindari pemborosan sumber daya.
- Perencanaan berfungsi untuk memberikan jaminan mutu (quality assurance).
- Perencanaan berfungsi untuk menjaga akuntabilitas kelembagaan.
Adapun
hal-hal penting
yang harus
digarisbawahi dan dijadikan acuan
dalam
pembuatan suatu rencana adalah sebagai berikut :
- Perencanaan berhubungan dengan masa depan yang lebih baik.
- Adanya seperangkat kegiatan yang logis.
- Adanya tahapan-tahapan proses yang tersusun secara sistematis.
4.
Dapat meramalkan hasil serta tujuan yang diharapkan.
Kita
ketahui bahwa perencanaan pendidikan merupakan suatu hal
yang
sangat
penting karena diperlukan dalam pengambilan keputusan menyangkut
tentang mutu pendidikan yang harus terus ditingkatkan. Dan
perencanaan merupakan pedoman untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam
rangka mengubah keadaan yang dinilai kurang saat ini ke posisi yang
lebih baik sesuai dengan yang diinginkan. Dengan kata lain dapat
dijelaskan bahwa perencanaan pendidikan berkenaan dengan proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari
pengertian perencanaan yang dikemukakan oleh Guruge (Udin Syaefudin
Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun, 2006 : 8) bahwa : ”A simple
definition of educational planning is the process of preparing
decisions for action in the future in the field of educatioinal
development is the function of educational planning.” Guruge
mengatakan bahwa perencanaan pendidikan merupakan proses
mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan
pendidikan adalah tugas dari perencanaan pendidikan.
Kepala
sekolah sebagai manajer pendidikan di sekolah berkewajiban membuat
dan memiliki perencanaan pendidikan di sekolah, termasuk di dalamnya
tentang perencanaan SDM. Perencanaan SDM ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan dan menyediakan personil sekolah sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan pendidkan, tentunya dengan
mutu yang tinggi. Tanpa adanya perencanaan yang baik sudah barang
tentu jalannya proses pendidikan di sekolah tidak akan berjalan
secara optimal. Guna menghasilkan perencanaan pendidikan yang
baik, kepala sekolah sebagai manajer harus memahami dimensi-dimensi
yang terkait dengan proses perencanaan. Mengenai dimensi-dimensi
perencanaan dikemukakan oleh Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin
Syamsuddin Makmun (2006 :53-54) ada sembilan dimensi yang terkait
dengan proses pendidikan, yaitu :
- Significance, yaitu tingkat kebermaknaan perencanaan.
- Feasibillity, yaitu kelayakan teknis dan perkiraan biaya dilihat secara relistik.
- Relevance, yaitu diperlukan dalam implementasi rencana.
- Definitiveness, yaitu penggunaan teknik simulasi untuk menjalankan rencana dengan data model buatan, untuk meminimalkan hal yang tidak diharapkan.
- Parsimoniousness, yaitu perencanaan harus digambarkan secara sederhana.
- Adaptability, yaitu perencanaan harus dinamis dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan informasi.
- Time, yaitu siklus alamiah pokok bahasan pada perencanaan, dan merubah siatuasi yang tidak dapat dilakukan akibat keterbatasan-keterbatasan dalam meramalkan masa depan.
- Monitoring, yaitu untuk menjamin bahwa berbagai unsur rencana berjalan secara efektif.
- Subject matter, yaitu pokok bahasan yang akan direncanakan mencakup sasaran dan tujuan, program dan pelayanan, sumber daya manusia, sumber
daya fisik,
penganggaran, struktur pemerintahan, dan konteks sosial.
Dalam proses
perencanaan pendidikan di sekolah melalui beberapa tahap mulai dari
pembuatan visi dan misi sekolah, menentukan tujauan, melihat
permasalahan-permasalahan melalui analisis lingkungan internal dan
analisis lingkungan eksternal (ALI dan ALE), mengkonsepsikan dan
merancang rencana, mengevaluasi rencana, dan revisi rencana, yang
pada akhirnya implementasi rencana dan evaluasinya untuk memperoleh
umpan balik. Dengan menempuh
tahapan-tahapan
seperti di atas akan diperoleh suatu perencanaan yang matang,
sesuai dengan yang diharapkan.
Mengenai
proses perencanaan pendidikan digambarkan oleh Udin Syaefudin Sa’ud
dan Abin Syamsuddin Makmun (2006 : 45) sebagai berikut :
Gambar
2 :
Proses
Perencanaan Pendidikan
Pendahuluan
Mendefinisikan Permasalahan
Perencanaan Pendidikan
A. Ruang lingkup permaslahan pendidikan.
B. Pengkajian sejarah perencanaan pendidikan.
C. Perberdaan antara kenyataan dan harapan pendidikan.
D. Sumber daya dan hambatan perencanaan pendidikan.
E. Menentukan bagian-bagian dari perencanaan pendidikan beserta
prioritasnya.
Analisis Bidang Telaahan
Permasalahan Perencanaan
A. Bidang atau wilayah dan sistem-sistem sub bidang telaahan.
B. Pengumpulan data.
C. Tabulasi data.
D. Perkiraan perencanaan.
Mengkonsepsikan dan Merancang Rencana
A. Mengidentifikasi kecenderungan umum.
B. Menentukan tujuan dan sasaran.
C. Mendesain perencanaan.
Menentukan Rencana
A. Rumusan masalah.
B. Laporan hasil.
Evaluasi Rencana
A. Perencanaan melalui simulasi.
B. Evaluasi perencanaan.
C. Pemilihan perencanaan.
Evaluasi Implementasi
Rencana dan Umpan Baliknya
A. Monitoring rencana.
B. Evaluasi rencana.
C. Menyelesaikan, mengubah dan mendesain ulang rencana.
Implementasi Rencana
A. Persiapan program.
B. Persetujuan perencanaan.
C. Pengaturan unit-unit operasional perencanaan.
b.
Mengembangkan Organisasi Sekolah
Sekolah
sebagai suatu lembaga pendidikan formal di dalamnya terdapat
sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan.
Dengan
ciri-ciri seperti itu maka sekolah merupakan suatu organisasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (20021:35) bahwa “
Organisasi merupakan gabungan sekelompok orang yang terikat secara
formal dan hierarkis, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.” Dengan demikian, maka kepala sekolah
sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai manajer pendidikan di
sekolah harus dapat mengembangkan organisasi di sekolahnya, dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bila tidak dikembangkan
secara baik organisasi sekolah ini akan statis dan tidak akan
berfungsi sebagaimana mestinya. Organisasi sekolah dikembangkan
sesuai dengan tujuan dan kondisi yang ada sehingga semua anggota yang
ada dalam organisasi berkolaborasi secara sinegis dalam upaya
mencapai tujuan. Hadari Nawawi (1982:87) menjelaskan bahwa :
Setiap
kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus mampu memilih dan
mempersiapkan bentuk organisasi yang sesuai dengan kondisi sekolahnya
dan harus berusaha pula menerapkan asas-asas organisasi bilamana
menghendaki tujuan secara efektif.”
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upaya mengembangkan
organisasi sekolah yaitu struktur organisasi, bentuk atau tipe
organisasi, asas-asas organisasi, dan budaya organisasi.
1)
Struktur Organisasi.
Struktur
organisasi yang dimaksud disini adalah mekanisme kerja, yakni
adanya
pembagian unit-unit kerja sesuai dengan tugas yang harus dikerjakan.
Untuk memperoleh kinerja yang efektif maka harus dibentuk struktur
organisasi yang tepat dengan penempatan personil yang profesional.
Pemahaman struktur organisasi seperti di atas sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Made Pidarta (2004:57) sebagai berikut :
Struktur
organisasi adalah mekanisme kerja organisasi itu yang menggambarkan
unit-unit kerjanya dengan tugas-tugas individu yang didalamnya
beserta kerja samanya dengan individu-individu lain dan hubungan
anatara unit-unit kerja itu baik secara vertikal maupun horisontal.
Dengan
adanya struktur organisasi maka kinerja seluruh personil yang ada di
sekolah akan terlaksana secara sistematis sehingga akan mewujudkan
harmonisasi kinerja. Kinerja yang sistematis dan harmonis dari semua
personil yang ada di sekolah merupakan suatu hal yang penting untuk
meningkatkan mutu layanan pendidikan. Mutu layanan pendidikan baru
akan terwujud bila kepala sekolah memiliki kemampuan untuk
mengembangkan struktur organisasi yang efektif yang dapat menunjang
kelancaran proses layanan pendidikan yang dilaksanakan.
2)
Bentuk-bentuk atau tipe organisasi sekolah.
Bentuk-bentuk
organisasi sekolah ini menggambarkan tentang pembagian tugas,
tanggung jawab, dan arus pelaksanaan tugas. Terdapat beberapa bentuk
organisasi yang dapat dikembangkan di sekolah. Tiap-tiap bentuk
organisasi itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, sehingga kepala
sekolah dapat memilih bentuk atau tipe organisasi yang akan
dikembangkan di sekolahnya berdasarkan ciri-ciri yang dipandang
paling sesuai dengan tujuan, situasi, dan kondisi yang ada.
Bentuk-bentuk
organisasi yang dapat dikembangkan di sekolah
diantaranya
seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (2002 : 54-56) dan
Hadari Nawawi (1982 : 88-90) sebagai berikut :
a)
Organisasi Lini (Line Organization)
Organisasi
lini ini dikenal dengan struktur yang sederhana, karena sesuai dengan
ciri-cirinya yang antara lain sebagai berikut :
- Tergolong organisasi yang kecil dan belum memiliki personil yang banyak.
- Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan masih sederhana.
- Semua kekuasaan ada pada pucuk pimpinan.
- Personilnya belum dituntut memiliki keterampilan yang khusus dan belum dituntut untuk bisa melakukan berbagai kegiatan.
- Produk organisasinya tidak beraneka ragam
- Wilayah operasinya masih bersifat lokal.
- Teknologi yang digunakan belum modern.
- Pemimpin organisasi masih dimungkinkan untuk dapat berinteraksi secara langsung dengan semua personilnya.
b)
Organisasi Staf (Staff Organization)
Ciri-ciri
organisasi staf adalah sebagai berikut :
- Semua hak, kekuasaan, dan tanggung jawab dibagi habis kepada unit kerja yang ada secara bertingkat.
- Setiap unit mempunyai sebagaian hak dalam menentukan kebijakan sesuai
- dengan bidang tugasnya, sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pucuk pimpinan.
- Tanggung jawab disampaikan secara bertingkat sesuai dengan hak dan kekuasaan yang dilimpahkan kepadanya.
- Setiap personil mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapat, ide atau gagasan, dan saran-saran.
- Personil mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan inisiatifnya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
c)
Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization)
Bentuk
organisasi ini merupakan bentuk gabungan dari organisasi lini dan
organisasi staf. Bentuk organiasi ini dikenal dengan struktur yang
birokratis. Artinya, jika bentuk organisasi ini yang diberlakukan
berarti organiasinya besar dengan tugas-tugas yang sangat rutin.
Adapun
ciri-ciri dari organisasi bentuk ini adalah sebagai berikut :
- Organisasinya besar.
- Tugas-tugas diselenggarakan dengan berbagai jenis spesialisasi keterampilan personil.
- Dalam penyusunan dan penerapan ketentuan yang formal dan normatif sangat formalistik.
- Pemusatan wewenang pada manajemen puncak dan pengambilan keputusan
secara
terpusat.
- Hierarki organisasi berlapis-lapis dan bentuknya piramidal.
- Deliniasi atau pembedaan yang jelas antara satuan kerja pelaksana tugas
pokok
dan satuan kerja yang tanggung jawabnya melaksanakan tugas-tugas
penunjang.
- Kewenangan satuan kerja pelaksana satuan tugas pokok bersifat komando (line authority), sedangkan pelaksana tugas penunjang hanya memiliki kewenangan staf (staff atau functional authority) yang biasanya berupa nasihat.
- Tidak semua hak, kekuasaan, dan tanggung jawab dibagi habis kepada unit kerja yang ada, yakni tugas-tugas yang prinsipil berada pada pimpinan.
d)
Organisasi Fungsional (Functional Organization)
Dalam
organisasi bentuk ini pembagian hak dan kekuasaan dilakukan
berdasarkan fungsi yang dimiliki oleh unit kerja. Jelasnya organisasi
bentuk ini dapat dilihat pada ciri-ciri yang dimilikinya sebagai
berikut :
- Dalam bagan organisasi dan perlakuan manajerial tidak ada pembedaan antara satuan-satuan kerja pelaksana tugas pokok dengan pelaksana tugas penunjang.
- Prinsip-prinsip lain seperti pembagian tugas, spesialisasi, koordinasi, kesatuan komando, kesatuan arah, dan rentang kendali tetap berlaku bahkan dipegang teguh.
- Wewenang yang dilimpahkan dibatasi pada bidang teknis yang memerlukan keahlian tertentu dan mengangkat personil sesuai dengan keahliannya.
3)
Asas-asas organiasi
Berkenaan
dengan kompetensi manajerialnya, kepala sekolah harus dapat
mengupayakan
bahwa organiasi harus bermanfaat dan berdaya guna dalam rangka
mencapai tujuan. Melalui pengelolaan organisasi yang optiumal harus
dapat tercipta lulusan pendidikan yang bermutu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sondang P. Siagian (2002 : 25-34) yang mengungkapkan
filsafat organisasi yang di dalamnya mencakup hal-hal sebagai berikut
:
- Fokus perhatian pada kepuasan pelanggan.
- Pemupukan loyalitas.
- Perhatian pada budaya organisasi.
- Pentingnya ketentuan formal dan prosedur.
Faktor-faktor
tersebut di atas harus diperhatikan oleh suatu organisasi karena:
Organisasi
tidak sekedar berarti wadah sekelompok orang yang bekerja sama untuk
mencapai suatu tujuan, akan tetapi juga merupakan mekanisme yang
berlangsung dalam proses kerja sama itu. Oleh karena itu, maka
organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Sebagai alat
organisasi dapat baik dan dapat pula buruk bagi pencapaian tujuan.
(Hadari Nawawi, 1982 : 93).
Mengelola
organisasi sekolah sehingga menjadi organisasi yang baik merupakan
tugas kepala sekolah. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut maka
kepala sekolah harus memahami dan menggunakan berbagai asas
organisasi yang meliputi “(1) kejelasan tujuan, (2) pembagian
kerja, (3) kesatuan perintah, (4) koordinasi, (5) reentangan kontrol,
dan (6) kelentukan.” (Hadari Nawawi, 1982 : 93). Sedangkan Sondang
P. Siagian (2002 : 36-48) mengungkapkan hal-hal tersebut sebagai
prinsip-prinsip organisasi yang di dalamnya meliputi :
- Kejelasan tujuan, yaitu tujuan organisasi harus dirumuskan secara jelas agar dapat dipahami oleh semua personel, dan dapat meyakinkan personel bahwa
tujuan dimaksud
pantas untuk dicapai.
- Fungsionalisasi, yaitu segala jenis fungsi yang akan diselenggarakan ditempatkan dalam wadah tertentu sehingga tidak ada fungsi yang tidak jelas pewadahannya. Dan tidak ada fungsi yang bernaung di bawah lebih dari satu wadah dalam organisasi. Fungsionalisasi ini berguna untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan berbagai jenis kegiatan.
- Pembagian tugas, yaitu dalam menyelesaikan tugas-tugas organisasi dilakukan dengan cara membagikan tugas, dengan dasar bahwa walaupun betapa hebatnya seorang manajer tentu tidak akan dapat bekerja sendirian. Setiap satuan kerja mempunyai tugas dan kegiatan yang secara fungsional menjadi tanggung jawabnya. Oleh karenanya, diperlukan uraian tugas yang kemudian dirinci menjadi uraian pekerjaan setiap orang dalam satuan kerjanya masing-masing.
- Penempatan yang tepat, yaitu menempatkan personel sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, bakat, dan minatnya. Hal ini berfungsi untuk menghindari kinerja yang hanya bersifat rutinitas, repetitip, dan mekanistik yang pada akhirnya dapat menimbulkan kebosanan. Dengan penempatan kerja yang tepat akan meningkatkan kepuasan kerja yang pada gilirannya akan
meningkatkan
produktivitas kerja.
- Koordinasi, yaitu melakukan tugas-tugas organisasi yang bersifat multi-dimensi tidak dengan cara yang berkotak-kotak, melainkan dengan melihat
keterkaitan
tugas yang satu dengan tugas yang lainnya.
- Departementalisasi, hal ini dilakukan karena tuntutan spesialisasi, dan
pembagian
tugas yang tepat. Departementalisasi ini biasanya dilakukan oleh
organisasi yang besar.
- Kesatuan arah, yaitu setiap kegiatan yang dilakukan dalam organisasi harus diarahkan hanya pada upaya pencapaian tujuan, karena kegiatan yang tidak relevan hanya akan sia-sia saja.
- Kesatuan komando, yaitu seseorang bawahan hanya bertanggung jawab kepada dan menerima perintah dari atasannya. Jika prinsip ini tidak diikuti maka akan menimbulkan kerancuan dalam kinerjanya.
- Rentang kendali, yaitu suatu kegiatan yang berkaitan erat dengan efektivitas supervisi.
- Pola pengambilan keputusan, yaitu pola sentralisasi dan desentralisasi, masing-masing memiliki ciri, dan dampak yang berbeda terhadap prilaku personel. Itulah sebabnya, kepala sekolah harus pandai membaca situasi, kondisi, waktu, dan ruang untuk menentukan pola pengambilan keputusan yang tepat.
4)
Pengembangan Budaya organisasi.
Suatu
hal yang wajar bahwa setiap organisasi memiliki karekteristik yang
berbeda
dengan organisasi lainnya walaupun organisasi itu sejenis. Hal ini
terjadi karena budaya organisasi terbentuk oleh faktor-faktor yang
berbeda di setiap organisasi. Mengenai budaya organisasi seperti itu
dikemukakan oleh Keits Davis
dan
John Newstorm (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 98) sebagai
berikut :
Seperti
halnya pribadi seseorang, organisasi selalu unik dan ingin tampil
khas, masing-masing organisasi memiliki budayanya sendiri-sendiri,
hal ini karena dipengaruhi oleh visi dan misi, serta tujuan. Walaupun
organisasi itu sejenis, namun budayanya akan berbeda. Oleh kerena
itu, budaya organisasi disebut juga dengan sifat-sifat internal
organisasi yang dapat membedakannya dengan organisasi lain. Budaya
organisasi ini dapat tampil lewat tradisi-tradisi, metode tindakannya
sendiri secara keseluruhan menciptakan suatu iklim.
Berkaitan
dengan budaya organisasi yang penting untuk dicermati oleh kepala
sekolah dalam pengembangan organisasi di sekolahnya adalah
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Hal ini
sesuai dengan pendapat para ahli bahwa :
Budaya
organisasi dapat mempengaruhi persepsi, pandangan dan cara kerja
orang yang ada di dalamnya. Apakah karyawan menunjukkan kegairahan,
disiplin, rasa suka atau moral-moral yang negatif seperti malas,
kurang responsif, apatis, dan sebagainya, dapat ditentukan oleh
pengaruh-pengaruh kultural yang terjadi pada organisasi. (Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 98).
Di
sinilah letak pentingnya ada pembentukan dan pembinaan dari kepala
sekolah berkaitan dengan budaya organiasi, yakni agar dapat berperan
dalam menciptakan organisasi yang kondusif untuk terjadinya layanan
pendidikan yang sesuai dengan harapan sekolah maupun pelanggannya.
Budaya organisasi harus dibentuk dan dikembangkan kerena adanya
budaya organisasi tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui
proses yang memerlukan waktu, mulai dari terbentuknya organisasi
hingga menjadi organisasi yang mapan, yang pada gilirannya
organisasi itu akan
menemukan
jati dirinya yang khas. (Sondang P. Siagian, 2002 : 187).
Dengan adanya
budaya organisasi yang mapan dan kondusif maka budaya organisasi itu
akan berfungsi bagi organisasi, dalam arti akan menjamin keberhasilan
organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Berbicara masalah
fungsi budaya Sondang P. Siagian (2002 :199-200) mengemukakan bahwa
ada lima fungsi budaya yang penting untuk diaktualisasikan yaitu :
- Penentu batas-batas berprilaku.
- Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota organisasi.
- Penumbuh komitmen.
- Pemelihara stabilitas organisasi.
- Mekanisme pengawasan.
c.
Mendayagunakan Sumber Daya Manusia Secara Optimal.
Dalam pasal 1
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan “Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang
dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga
kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.” (UU
Sisdiknas, 2006 : 74).
Dari
pengertian sumber daya pendidikan tersebut di atas dapat
dikelompokkkan menjadi dua dimensi yaitu sumber daya manusia dan
sumber daya material. Sumber daya manusia merupakan elemen yang
paling strategis dalam organisasi, karena berjalan tidaknya
kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan akan sangat ditentukan oleh
prilaku-prilaku dan motivasi orang-orang yang ada di dalamnya. Itulah
sebabnya, kepala sekolah pertama-tama harus dapat memanaje sumber
daya manusia, dalam hal ini para siswa, tenaga kependidikan dan
personel lainnya yang berpotensi untuk diberdayakan demi
kepentingan
kemajuan pendidikan di sekolah.
Siswa
sebagai sumber daya pendidikan harus dikelola, sebagaimana
dikemukakan
oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna (2006 : 55) bahwa :
“Manajemen sekolah yang efektif bagi bidang kesiswaan diarahkan
untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, minat dan bakat, meningkatkan
keimanan dan ketakwaan, dan untuk meningkatkan disiplin siswa.”
Sedangkan
tenaga kependidikan dikelola secara profesional guna melakukan
layanan pendidikan yang profesional. Pengelolaan profesional oleh
kepala sekolah dalam masalah ketenagaan dilakukan secara
komprehensif. Yakni mencakup seluruh aspek yang berkaiatan dengan
keberadaan personil baik bidang keahlian, sikap, dan kepribadiannya
maupun unsur kepuasan kerja para personel, sehingga para akhirnya
para guru dan tenaga kependidikan lainnya memiliki kematangan
intelektual, emosional, dan sosial untuk kepentingan layanan
pendidikan.
Sumber
daya manusia lainnya yang terkait dengan pendidikan adalah
masyarakat. Aan Komariah dan Cepi Triatna (2006 : 57) mengemukakan
bahwa : “Masyarakat merupakan mitra untuk mengembangkan sekolah.
Sekolah tidak dapat maju pesat tanpa bantuan dari masyarakat. Oleh
karena itu, kemitraan dengan masyarakat harus terus terjalin.”
Berdaya guna atau tidaknya sumber daya masyarakat yang sangat
potensial ini akan sangat tergantung pada kompetensi kepala sekolah
dalam hal pengelolaan sumber daya pendidikan. Dengan demikian hal ini
merupakan tantangan bagi kepala sekolah untuk selalu meningkatkan
kemampuannya dalam hal manajemen sumber daya manusia untuk
kepentingan pendidikan.
Dimensi
yang kedua dari sumber daya pendidikan adalah sumber daya material,
yang mencakup dana, sarana dan prasarana. Yang harus dilakukan oleh
kepala sekolah dalam mengelola sumber daya material ini meliputi
pengadaan, pemanfaatan, dan pemeliharaannya, sehingga bermanfaat
untuk memperlancar berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa
ada pengelolaan yang profesional, maka sumber daya material akan
sia-sia, dan tidak akan memiliki nilai sama sekali untuk pendidikan
karena “Berbagai sumber daya dan dana merupakan ‘benda mati’,
maka sarana prasarana tersebut harus digunakan sedemikian rupa
sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya selama mungkin.”
(Sondang P. Siagian, 2002 : 2). Jadi, pada akhirnya tetap daya guna
sumber daya tersebut terletak pada sumber daya manusia.
Dengan
kemampuan kepala sekolah untuk melakukan pengelolaan sumber daya
pendidikan secara menyeluruh dan profesional, maka seluruh sumber
daya yang ada akan menjadi sesuatu yang dirasakan sangat penting
untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Dengan pengelolaan yang total atau menyeluruh dan secara profesional
maka semua sumber daya pendidikan yang ada akan berperan secara
simultan sehingga akan sangat besar dampak positifnya terhadap mutu
layanan pendidikan dan keberhasilan pendidikan pada akhirnya. Di sini
terihat bahwa sebagai kepala sekolah harus memiliki kemampuan
profesional untuk kepentingan pengelolaan pendidikan, yakni mempunyai
kemampuan manajerial, dan kemampuan akademik.
d.
Menciptakan Budaya dan Iklim Sekolah yang Kondusif dan Inovatif
Berbagai
upaya yang dilakukan dan sumber daya yang tersedia di sekolah
semuanya harus bermuara pada pembelajaran peserta didik. Satu hal
yang tidak boleh dilupakan oleh kepala sekolah agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif, maka kepala sekolah harus
memiliki kemampuan untuk menciptakan budaya dan iklim sekolah yang
kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. Aan Komariah
dan Cepi Triatna (2006 :101) menjelaskan bahwa sekolah memiliki
budaya tersendiri sebagai berikut :“Sekolah sebagai organisasi,
memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh
nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan
pendidikan, dan prilaku orang-orang yang ada di dalamnya.”
Hal
yang esensial dari budaya adalah unsur nilai-nilai, kepercayaan,
sikap dan prilaku yang kesemuanya itu akan membentuk karakter
sekolah. Unsur-unsur tersebut sangat penting bagi terciptanya iklim
yang kondusif bagi kelangsungan proses pendidikan. Oleh karena
faktor budaya dapat berpengaruh terhadap unsur-unsur lain yang ada di
sekolah, maka kepala sekolah harus dapat menciptakan dan
mengembangkan budaya sekolah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran siswa. Mengenai masalah budaya sebagaimana dimaksud di
atas dijelaskan oleh Syafaruddin ( 2002 : 99 ) bahwa :
Budaya
bersifat dinamis bukan statis. Dorongan budaya ini bertolak dari visi
organisasi mengenai apa yang dapat dicapai dan strategi lembaga untuk
menolong dorongan budaya agar melakukan perubahan organisasi. Budaya
organisasi sekolah ini yang akan menentukan perbaikan mutu dalam
kontek kepemimpinan sekolah.
Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya sekolah diantaranya
kepemimpinan kepala sekolah, nilai-nilai masyarakat sekolah, kondisi
sekolah, tantangan-tantangan yang ada di sekolah, dan perubahan yang
terjadi. Hal yang perlu diingat bahwa kepala sekolah sebagai puncak
pimpinan akan sangat berperan dan sangat mewarnai corak budaya
sekolah. Mengenai hal itu dikemukakan oleh Safaruddin (2002 : 99)
bahwa “Perubahan budaya sekolah pada pokoknya ditentukan oleh
atmosfer budaya yang dikembangkan oleh kepala
sekolah
bersama dengan guru-guru.”
Pembelajaran
yang efektif karena budaya sekolah yang kondusif dan inovatif, akan
makin bermakna dan meningkatkan keberhasilan pembelajaran bila
didukung dengan diciptakannya iklim sekolah yang kondusif.
Pengembangan iklim sekolah dalam upaya mewujudkan mutu pembelajaran
merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh kepala sekolah.
Dikemukakan oleh Hadiyanto (2004 :177) bahwa “Iklim sekolah adalah
suasana sosial psikologis di mana iklim kelas berada di dalamnya.”
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mutu pembelajaran akan
berkorelasi positif dengan iklim sekolah yang kondusif, karena
bagaimana mungkin pembelajaran berjalan dengan baik manakala suasana
sosial psikologis yang ada tidak kondusif. Lebih lanjut Hadiyanto
(2004 : 178) menjelaskan bahwa “ Iklim sekolah merupakan kualitas
dari lingkungan sekolah yang terus menerus dialami oleh guru-guru,
mempengaruhi mereka dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku
mereka.” Jadi, jelaslah bahwa iklim sekolah yang merupakan
gambaran kualitas lingkungan sekolah, merupakan faktor yang penting
untuk diciptakan, dan dikelola oleh kepala sekolah agar iklim sekolah
menjadi kondusif dan inovatif bagi kelancaran pembelajaran.
Membahas
tentang iklim sekolah ada beberapa dimensi yang dikemukakan
oleh Moos dan Arter (Hadiyanto, 2004 : 179) diantaranya terkait
dengan SDM yaiatu yang disebut dimensi hubungan. Dimensi ini mengukur
sejauh mana partisipasi personalia yang ada di sekolah. Dimensi ini
mencakup afektif dan interaksi para personel yang ada. Skala yang
dipakai untuk mengukur hubungan adalah dukungan peserta didik
(student support), afiliasi (affiliation), keretakan
(disengagement), keintiman (intimacy), kedekatan
(closeness), dan keterlibatan (involvment).
Berdasarkan
kepada penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
prilaku seseorang dalam hal ini para pendidik dan tenaga kependidikan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang di dalamnya terdapat faktor
budaya dan iklim sekolah. Itulah sebabnya, budaya dan iklim sekolah
harus diciptakan dan dikelola sedemikian rupa oleh kepala sekolah
sebagai agen perubahan (change agent) sekaligus sebagai
manajer, motivator, dan inovator di sekolah. Sehingga SDM yang ada di
sekolah merasa nyaman, senang dan termotivasi untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi.
e.
Mengelola Perubahan di Sekolah
Sesuai
dengan kompetensi yang harus dimilikinya, salah satu “Tugas
kepala
sekolah adalah menjadi agen perubahan (change agent) yang
mendorong dan mengelola agar semua pihak termotivasi dan berperan
aktif dalam perubahan tersebut.” (E. Mulyasa, 2006 : 181). Seiring
dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang selalu berubah,
maka mau tidak mau dalam dunia pendidikan pun selalu ikut berubah.
Faktor pemicu terjadinya perubahan secara umum dikemukakan oleh
Sondang P. Siagian (2002 : 207) sebagai berikut :
Faktor
yang diakui secara umum sebagai pemicu perubahan ialah : a)
konfigurasi tenaga kerja, b) terobosan di bidang teknologi, c)
ketidak pastian di bidang ekonomi, d) persaingan yang makin ketat, e)
gejala-gejala sosial,
f)
pergeseran nilai-nilai moral dan etika, dan g) situasi politik.”
Senang
maupun tidak senang suatu perubahan akan selalu terjadi, baik akibat
pengaruh internal ataupun pengaruh eksternal. Oleh karena itu,
perubahan yang terjadi di sekolah harus direspon secara positif
yakni dengan cara mengelola perubahan, yakni diarahkan dan
dikembangkan menuju terwujudnya organisasi pembelajar yang efektif.
Sondang P. Siagian (2002 : 206) mengemukakan bahwa :
Perubahan
yang diperkirakan akan terjadi harus dapat diantisipasi dan siap
mengambil langkah-langkah untuk “menampung” dampaknya. Bahkan
apabila mungkin dampak tersebut diubah menjadi peluang bagi
organisasi dalam upaya mencapai tujuan dan berbagai sasarannya
termasuk tujuan dan sasaran pribadi para anggotanya.
Dalam
upaya mengelola perubahan agar menjadi sesuatu hal yang bermanfaat
bagi berlangsungnya proses pendidikan di sekolah, maka terlebih
dahulu harus dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT di sini
dimaksudkan untuk menganalisis kekuatan-kekuatan yang dimiliki
sekolah, kelemahan-kelemahan yang mungkin ada di sekolah, kemampuan
memanfaatkan peluang yang timbul akibat adanya perubahan, dan
menganalisis kemampuan untuk menghadapi berbagai ancaman. Khususnya
yang berkaitan dengan SDM yang ada di sekolah,
kepala
sekolah harus dapat menyiasati bagaimana cara yang harus ditempuh
agar kelemahan-kelemahan yang ada dapat berubah menjadi kekuatan,
dan bagaimana pula cara yang harus ditempuh agar ancaman atau
tantangan dapat berubah menjadi suatu kesempatan. Kekuatan dan
kesempatan yang timbul akibat terjadinya perubahan selanjutnya
dikelola sehingga mendukung terciptanya organisasi sekolah yang
efektif.
Dalam
upaya mengelola perubahan di sekolah ada beberapa tahap yang harus
dilakukan (E. Mulyasa, 2006 : 186) sebagai berikut :
1.
Menemukan. Pada tahap ini kepala sekolah berupaya menemukan
hal-hal yang harus diatasi.
2.
Mengkomunikasikan. Masalah yang telah ditemukan dikomunikasikan
dengan pihak-pihak terkait untuk mendapat kejelasan tentang masalah
yang telah ditemukan.
3.
Mengkaji dan menganalisa. Masalah yang ditemukan dan telah
dikomunikasikan pada tahap ini dikaji secara cermat untuk mencari
faktor-faktor penyebabnya melalui data-data yang relevan.
4.
Mencari dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar-benar
terjadi, kepala sekolah mencari sumber, baik orang maupun sarana yang
menguatkan adanya masalah dan mencari jalan untuk melakukan
perubahan.
5.
Menerima perubahan. Pada tahap ini perubahan dimulai, sebagai problem
solving untuk memecahkan masalah.
Sebagai
kepala sekolah yang profesional tentu akan mampu menghadapi dan
mengelola perubahan yang terjadi. Yakni kepala sekolah yang memiliki
visi tentang gambaran sekolah yang dicita-citakan, serta memiliki
kemampuan membimbing, memotivasi, dan mengorganisasikan tenaga
kependidikan, masyarakat, dan lingkungan sekitar dengan baik.
Dari
uraian-uraian di atas jelaslah bahwa peranan kepala sekolah dalam
mengembangkan SDM adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
-
Perencanaan Sekolah.
-
Pengembangan Organisasi Sekolah.
-
Pendayagunaan SDM.
-
Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif.
-
Mengelola perubahan di sekolah.
F.
Pengembangan SDM di SLB Muhammadiyah Banjarsari
Sesuai dengan
starategi pengembangan SDM yang telah dibahas pada uraian-uraian
terdahulu maka pengembangan SDM di SLB Muhammadiyah Banjarsari
dilakukan tahapan-tahapan dengan strategi sebagai berikut :
- Perencanaan SDM
Dalam perencanaan
SDM ini mencakup ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan :
- Jumlah kebutuhan atau formasi yang ada, yakni disesuaikan dengan pertambahan jumlah siswa pada setiap tahun ajaran. Rasio guru-siswa yang dipertimbangkan adalah berkisar 1 : 5 dan mempertimbangkan juga jenis kelainan yang ada. Dari kurun waktu 4 tahun terakhir telah direkrut sebanyak 5 orang guru honor.
- Kualifikasi akademik , yaitu S1 PLB atau S1 non PLB yang memiliki latar belakang pendidikan PLB.
- Prestasi akademik, memiliki ijazah dengan IP minimal 2,75 dari PTN dan 3,0 dari PTS.
- Kepribadian, yaitu memiliki karakter disiplin, bertanggung jawab, dan benar-benar memiliki minat untuk menjadi guru SLB.
- Bakat khusus, memperhatikan personil yang memiliki bakat dalam bidang seni, keterampilan, dan olah raga.
- Keadaan darurat, apabila kebutuhan personil tidak dapat terpenuhi oleh orang yang memiliki kualifikasi akademik S1 PLB, maka formasi yang ada dapat diisi oleh mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan jurusan PLB dengan mempertimbangkan nilai ijazah yang dimilikinya, yaitu dengan nilai minimal rata-rata 7,0.
- Instrumen pengadaan SDM, ini berisi tentang pedoman dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon personil.
- Pengadaan SDM
Tahap pengadaan
dengan dilakukan dengan proses rekrutmen dan seleksi .
- Rekrutmen dilakukan dengan menerima dan menampung lamaran-lamaran yang masuk. Persyaratan dalam lamaran dilengkapi dengan biodata dan ijazah yang dimiliki mulai dari ijazah SD s.d. ijazah terakhir.
- Seleksi, pada tahap ini melakukan seleksi kepada para pelamar disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Teknik pelaksanaannya dilakukan dengan menganalisa dokumen lamaran dan dilakukan wawancara untuk menganalisa unsur kepribadian dan bakat-bakat yang dimiliki.
- Pembinaan dan Pengembangan
Dalam rangka
pembinaan khususnya bagi SDM yang baru diterima dilakukan sebagai
berikut :
- Bagi personil baru, tidak langsung diberi tugas mengajar atau menjadi guru kelas, tetapi minimal selama 1 semester ditugaskan untuk mengamati, mempelajari dan membantu guru senior dalam proses pembelajaran.
- Dilakukan penilaian khususnya yang berkaitan dengan kemampuan mengajar.
- Tahap penempatan, yaitu pemberian tugas mengajar bagi personil yang baru apabila kemampuan mengajarnya sudah dipandang cukup baik.
- Pembinaan dan pertemuan-pertemuan rutin yang membahas tentang masalah-masalah yang ditemukan di dalam kelas atau berkaitan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan.
- Diikutsertakan pada kegiatan-kegiatan ilmiah dan diklat baik di tingkat gugus, kabupaten, maupun yang diselenggarakan oleh Dinas.
- Promosi dan Mutasi
- Promosi
Promosi diberikan
sesuai dengan prestasi yang dimiliki personil, diantaranya :
- Penugasan sebagai Wakil Kepala Sekolah.
- Direkomendasikan untuk mengikuti tes sebagai calon kepala sekolah dalam seleksi yang diadakan oleh dinas.
- Bagi guru sukwan diberikan rekomendasi untuk mengikuti seleksi CPNS yang dilakukan oleh dinas.
- Mutasi
Mutasi
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi dari para personil.
Mutasi yang telah dilakukan berkenaan dengan :
- Perubahan atau pertukaran tugas bidang wakil kepala sekolah, misalnya dari kesiswaan ke bidang kurikulum.
- Perubahan tugas sebagai guru kelas, misal dari guru kelas 1 menjadi guru kelas 2 atau guru mata pelajaran.
- Pemberhentian
- Pemberhentian dilakukan atas dasar permintaan sendiri, sudah mencapai batas
usia pensiun, dan
atau karena sebab lainnya. Pemberhentian karena sebab lainnya misal,
diberikan kepada personil yang melakukan pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang telah ditetapkan atau tersangkut masalah hukum.
Pelaksanaannya melalui tahapan peringatan berupa teguran lisan,
teguran tertulis, dan pemberhentian.
- Bagi PNS ditempuh sesuai dengan prosedur dan ketentuan-ketentuan sebagai PNS.
- Bagi tenaga sukwan dilakukan oleh sekolah dengan meminta pertimbangan dari pihak yayasan penyelenggara.
Perlu diketahui
selama 8 tahun terakhir belum terjadi pemberhentian bagi PNS dan
telah ada pemberhentian bagi 2 orang guru sukwan atas permintaan
sendiri.
- Kompensasi
Kompensasi yang
telah diberikan disesuaikan dengan prestasi dari masing-masing
personil, diantaranya :
- Pemberian gaji/honor.
- Pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan.
- Pemberian tunjangan fungsional dan atau kompensasi bagi para guru sukwan.
- Pemberian penghargaan bagi guru yang berprestasi.
Selain diberikan
reward atas prestasi yang dicapai juga ada punishment
yang dilakukan apabila ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan,
misalnya dengan diberikan teguran kepada guru yang beberapa kali
terlambat masuk sekolah atau belum melengkapi administrasi kelasnya.
- Penilaian
- Penilaian dilakukan secara rutin dan terus menerus, baik melalui supervisi kelas maupun melalui pengamatan dalamm keseharian.
- Penilaian melalui kunjungan kelas terhadap setiap guru dilakukan minimal 1 kali dalam sebulan.
- Penilaian mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, yakni yang berkaitan dengan tupoksi sebagai guru.
- Hasil yang diperoleh dari penilaian diikuti dengan tindak lanjut, baik itu untuk peningkatan, pengembangan, maupun perbaikan-perbaikan guna meningkatkan mutu SDM. Selain itu juga dijadikan bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan perencanaan SDM ke depan.
- Dari hasil penilaian yang telah dilakukan terhadap SDM yang ada di SLB Muhammadiyah Banjarsari diperoleh gambaran bahwa mutu kompetensi dan kinerja para personil semakin meningkat.
G.
Kendala dan Solusi dalam Pengembangan SDM
Kendala
yang ditemukan dalam pengembangan SDM di SLB Muhammadiyah Banjarsari
diantaranya :
- Cenderung sulit untuk memperoleh personil yang memiliki kualifikasi akademik S1 PLB. Hal tersebut disebabkan karena di daerah sekitar Banjarsari baru-baru ini saja banyak yang kuliah mengambil jurusan PLB, sedangkan sebelumnya sangat langka.
Sebagai solusi untuk
mengatasi masalah tersebut maka sementara ini merekrut personil yang
masih kuliah di jurusan PLB, dengan bahan pertimbangan ijazah yang
dimilikinya dengan nilai minimal rata-rata 7,0. Adapun tenaga
pendidik yang ada saat ini 64 % berpendidikan S1 PLB dan 46 % masih
berstatus mahasiswa jurusan PLB. Status kepegawaiannya 55 % PNS dan
45% persen sukwan.
- Kesulitan untuk merekrut personil yang memiliki bakat-bakat khusus dalam bidang kesenian, olah raga, dan keterampilan. Padahal keahlian-keahlian itu sangat diperlukan di sekolah.
Solusi untuk
mengatasi hal tersbut dengan cara mengikutsertakan para personil
dalam diklat bidang-bidang keahlian tersebut.
BAB
III
KESIMPULAN DAN
SARAN
- Kesimpulan
- Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
- Untuk memperoleh Sumber Daya Manusia yang profesional diperlukan upaya pengelolaan SDM, yakni melalui Manajemen Sumber Daya Manusia.
- Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan satu strategi dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar memiliki kompetensi dan kinerja yang optimal dalam rangka mencapai tujuan.
- Strategi yang dilakukan di SLB Muhammadiyah Banjarsari dalam pengembangan SDM dimulai dari proses : perencanaan, rekrutmen, seleksi, pembinaan dan pengembangan, promosi dan mutasi, pemberhentian, kompensasi, dan penilaian.
- Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dengan melaksanan MSDM dalam pengembangan SDM di SLB Muhammdiyah Banjarsari diperoleh gambaran SDM sebagai berikut :
- Para personil secara merata memiliki kompetensi dan kinerja yang baik.
- Para personil mudah dalam menyerap dan menerima perkembangan atau perubahan-perubahan yang terjadi.
- Para personil memiliki disiplin, tanggung jawab, dan dedikasi yang tinggi.
- Mutu pendidikan di sekolah semakin baik.
B.
Saran-saran
1.
Mengingat pentingnya MSDM dalam rangka meningktakan mutu pendidikan
di sekolah, maka para kepala sekolah diharapkan dapat memahami
masalah Manajemen Sumber Daya Manusia secara mendalam, baik melalui
diklat kedinasan maupun belajar mandiri.
2.
Kepada lembaga diklat dan lembaga terkait lainnya diharapkan
menyelenggarakan diklat secara khusus
tentang Manajemen Sumber Daya Manusia bagi kepala sekolah dengan
waktu yang leluasa.
3.
Mengingat pentingnya masalah mutu pendidikan yang terkait dengan
masalah MSDM maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh
kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap mutu pendidikan di
sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,
Ratna. 2011. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Para
Ahli. Tersedia : http//fhinzoepoe.wordpress.com [15-2-2011]
Depdiknas.
2007. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 –
2009.Jakarta : Pusat Informasi dan Humas Depdiknas.
Hadiyanto.
2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Komariah,
Aan dan Cepi Triatna. 2006. Visionary Leadership Menuju
Sekolah Efektif. Bandung : Bumi Aksara.
Mukhlison.2008.Manajemen
Sumber Daya Manusia.Tersedia : http//www.balinter.net
Mulyasa,
E..2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nawawi,
H. Hadari. 1982. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas.
Jakarta : Gunung Agung.
Nigtisesmito.
2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Definisi dan Fungsi. Tersedia :
http//www.propotenzia.com [1-3-2011]
Pidarta,
Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sallis,
Edward. Alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. 2006. Total
Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pendidikan).
Jogjakarta : IRCiSoD.
Sa’ud,
Udin Syaefudin dan Abin Syamsuddin Makmun. 2006. Perencanaan
Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Siagian,
Sondang P..2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja.
Jakarta : Rineka Cipta.
Suderadjat,
Hari. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Bandung : Cipta Cekasa Grafika.
Suharsaputra,
Uhar. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan. Tersedia
: http//uharsputra.wordpress.com [8-3-2010]
Suharyanto,
Hadriyanus dan Agus Heruanto Hadna. 2005. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta : Media Wacana.
Syafaruddin.
2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep,
Strategi dan Aplikasi. Jakarta : Grasindo.
____________.2005.
Standar Nasional Pendidikan, PP RI No. 19 tahun 2005. Jakarta
: LeKDiS.
____________.
2006. Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Permendiknas No. 11 tahun
2005 tentang Buku Pelajaran, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Bandung : Citra Umbara.
____________.
2007. Mutu Layanan Pendidikan. Tertsedia :
http//Google.pakguruonline [3-5-2007]
____________.
2008. Fungsi Sekolah. Tertsedia : www.balinter.net
[22-12-2008]
____________.
2011. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia. Tersedia :
http//slurppsss.wordpress.com [26-3-2011]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar